Jangan Remehkan Genggaman Tangan, Kekuatannya Luar Biasa
- www.pixabay.com/StockSnap
VIVA – Ilmuwan mengingatkan kepada pasangan kekasih atau suami istri untuk jangan pernah meremehkan kekuatan dari genggaman tangan. Meski terlihat hal sepele, genggaman tangan punya daya yang luar biasa, yakni meredakan rasa sakit.
Apa yang disampaikan itu merupakan hasil studi dari peneliti dari Universitas Colorado, Boulder, Amerika Serikat. Hasil studi peneliti menunjukkan, menggenggam tangan pasangan yang sedang sakit, bukan hanya mensinkronkan detak jantung dan nafas antara keduanya, tapi pola gelombang otak pasangan juga akan seirama. Sinkronisasi itu pada gilirannya menciptakan efek yang bisa membantu meredakan rasa sakit.
Dikutip dari Science Daily, Jumat 2 Maret 2018, selain itu studi juga lebih banyak empati yang ditunjukkan membuat seseorang bisa merasakan derita yang dirasakan mitra atau pasangannya.
"Kita telah mengembangkan banyak cara berkomunikasi dalam dunia modern, dan kita malah makin sedikit melakukan interaksi fisik. Paper kami ini mengilustrasikan bagaimana kekuatan dan pentingnya sentuhan manusia," ujar pemimpin studi, Pavel Goldstein.
Dia menjelaskan, meski seseorang menunjukkan empati kepada pasangan yang sedang sakit memang menguatkan pasangan, namun akan lebih luar biasa lagi disertai dengan sentuhan fisik.
"Anda mungkin mengekspresikan empati bagi sakitnya pasangan, tapi tanpa sentuhan mungkin tidak akan sepenuhnya terkomunikasikan," jelasnya.
Studi yang dilakukan tim Goldstein, merupakan studi termutakhir soal fenomena sinkronisasi interpersonal, yang mana orang secara fisiologis mencerminkan orang-orang yang bersama dirinya. Studi ini merupakan yang pertama mendalami bagaimana sinkronisasi gelombang otak bisa meredakan rasa sakit dan menawarkan bagaimana peran penyembuhan otak ke otak, dalam memberikan efek penyembuhan.
Dalam studi ini, Goldstein dan koleganya di Universitas Haifa, Israel merekrut 22 pasangan heteroseksual berusia antara 23 sampai 32 tahun. Pasangan ini setidaknya sudah menjalin kebersamaan selama setahun.
Responden pasangan ini diminta menjalankan beberapa skenario 2 menit yang nantinya gelombang otak mereka diukur melalui alat electroencephalography (EEG).
Skenario yang dilakukan pasangan di antaranya yakni duduk bersama tanpa sentuhan, duduk bersama dengan menggenggam tangan pasangan, serta duduk dengan ruangan terpisah. Responden diminta mengulang beberapa skenario saat sang hawa mengalami nyeri panas ringan di lengannya.
Kehadiran pasangan atau absennya sentuhan, dikaitkan dengan sinkronitas gelombang otak pada pita alfa, panjang gelombang yang terkait dengan perhatian terfokus. Jika mereka berpegangan tangan saat sang pasangan kesakitan, gelombang otak akan melonjak.
Selain itu, ilmuwan juga menemukan saat sang hawa sakit dan pasangannya tidak menyentuhnya, gelombang otak berkurang. Hasil ini sesuai dengan temuan studi sebelumnya yang menunjukkan detak jantung dan sinkronisasi pernapasan akan hilang saat sang pria tidak menggenggam tangan pasangannya saat dia sakit.
"Tampaknya rasa sakit benar-benar mengganggu sinkronisasi interpersonal antara pasangan dan sentuhan membawanya memulihkannya," jelas Goldstein.
Pengujian selanjutnya pada responden pria menunjukkan, semakin pria empati pada pasangannya yang sakit, maka semakin banyak aktivitas otak mereka disinkronkan. Dengan semakin sinkron otak, maka rasa sakit makin mereda.