Ketika Emak Sebar Hoax, Kita Kudu Piye?
- ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma
VIVA – Penyebaran hoaks memang sulit untuk dibendung jika tidak ada edukasi yang mumpuni untuk menangkalnya. Apalagi jika hoaks tersebut disebar oleh orang tua atau ibu kita sendiri, atau emak-emak dalam sebuah grup.
Masih ingat Sri Rahayu? Seorang wanita anggota sindikat penyebar hoaks Saracen yang diciduk pada Agustus tahun lalu. Dia menyebarkan berita itu lewat akun palsu bernama Ny. Sasmita. Berita-berita yang dikirimkannya cukup menghipnotis dan memberikan pengaruh besar pada pemilih kala itu.
Ini bukti jika emak-emak memang bisa mempengaruhi emak-emak lainnya hanya dengan menggunakan berita hoaks yang tersebar. Kemudian emak-emak itu akan mulai menyebar hoaks di kalangan keluarga, pada suami dan anak.
Kalau sudah begitu, apa kita sebagai anak berani menentang pendapat ibu kita? Secara, dalam aturan agama, tidak diperbolehkan menentang perkataan orang tua. Apalagi derajat seorang ibu lebih tinggi ketimbang ayah, dalam agama Islam.
Namun sejatinya, menurut pegiat Internet Sehat dari ICT Watch, Dewi Widya Ningrum, salah satu yang bisa kita lakukan dalam menghalau penyebaran hoaks yang disebar oleh ibu kita sendiri adalah dengan kesabaran.
"Artinya, kita harus tetap mengingatkan terus bahwa info yang disebar itu adalah tidak benar atau hoaks. Jika ibu kita sendiri, ada baiknya diajak berkomunikasi langsung, jangan menjelaskan melalui WhatsApp. Face to face, pesannya akan lebih sampai," ujar Dewi dihubungi VIVA, Rabu, 14 Februari 2018.
Itu adalah cara untuk memberikan pengertian kepada ibu kita sendiri. Namun jika menghadapi emak-emak dalam sebuah grup WhatsApp atau Facebook, harus ada bukti kebenaran berita untuk menandingi informasi hoaks tersebut.
"Grup WhatsApp kan sifatnya ramai, kelompok. Jadi begitu ada yang sebar hoax, berikan klarifikasi dengan sumber yang kredibel. Walau ada yang sinis, setidaknya sebagian besar akan mengerti dan lebih percaya sumber yang kredibel," kata Dewi.
Dewi pun menyarankan, memberikan pengertian kepada orang tua, khususnya emak-emak, tetap harus menempatkan diri kita sebagai anak. Artinya, sopan santun dalam bertutur dan berbahasa tetap harus dikedepankan.
"Ingetin terus ke mereka untuk hati-hati menyebar informasi yang belum tentu benar faktanya. Ingatkan dengan bahasa halus," tutup Dewi. (ase)