Mendesak, Usulkan Lagi RUU Data Pribadi Masuk Prolegnas
- www.pixabay.com/TBIT
VIVA – Pada era digital saat ini, berbagai penyedia layanan media sosial, situs transaksi e-commerce atau aplikasi pemesanan transportasi umum, membutuhkan adanya data pribadi dari penggunanya agar layanan tersebut dapat digunakan.
Data pribadi pengguna akan dikirimkan ke penyedia layanan dan tidak ada kepastian apakah data kita aman atau dimanfaatkan oleh penyedia layanan online untuk mendapatkan keuntungan finansial.
Untuk itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Ahmad Hanafi Rais menyadari RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP) merupakan kebutuhan yang sangat mendesak untuk melindungi warga negaranya agar data pribadinya tidak disalahgunakan.
Politikus PAN itu menekankan partainya akan mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk meminta Kementerian Hukum dan HAM mengusulkan masuknya RUU tersebut dalam Prolegnas 2018.
“Meski Prolegnas 2018 sudah disepakati, namun bila pemerintah punya kemauan bisa mengusulkan lagi RUU PDP. Nah ini momentum untuk membuat UU yang dapat mencakup semua, khususnya untuk kebutuhan masyarakat atas tren big data saat ini,” kata Hanafi dalam keterangan tertulis, Jumat 26 Januari 2018.
Hanafi berpandangan, Kemenkumham yang punya kewenangan bisa mengusulkan RUU apa saja yang masuk Prolegnas, tapi sayangnya kementerian itu tidak memasukkan RUU PDP ke parlemen.
Sejumlah negara telah memiliki kebijakan perlindungan data pribadi warga negaranya seperti Malaysia dan Singapura telah memiliki regulasi Personal Data Protection Act (PDPA) dan badan yang memastikan regulasi tersebut ditegakkan. Indonesia ketinggalan dengan negara tetangga.
“Kami melihat masyarakat mulai khawatir, menyusul aturan registrasi SIM prabayar yang mengharuskan masyarakat memberikan informasi personal, seperti nama ibu dan NIK. Lalu gencarnya penyelenggara sistem elektronik asing yang mengumpulkan data pribadi masyarakat juga menjadi kecemasan. Untuk itu kami komitmen dalam memperjuangkan harapan rakyat di parlemen,” tegas Wakil Ketua Umum DPP PAN ini.
Lembaga khusus data pribadi
Hanafi optimis RUU Perlindungan Data Pribadi mendapat tempat dalam Prolegnas 2018 ini, mengingat pengguna internet di Indonesia sangat tinggi dan potensial target para aplikasi-aplikasi asing. Bahkan selain UU tersebut, Hanafi mengatakan, juga diperlukan lembaga khusus yang mengawasi proses pengumpulan data pribadi.
“Saya sejalan dengan ide dibentuknya lembaga khusus untuk mengawasi semua proses pengumpulan data tersebut. Nanti, lembaga itu yang mengawasi semua proses dan jika ada yang merasa datanya disalahgunakan, orang-orang bisa melaporkannya ke lembaga tersebut,” jelasnya.
UU ini nantinya diharapkan dapat menjadi standar perlindungan data pribadi secara umum, baik yang diproses sebagian atau keseluruhan dengan cara elektronik maupun manual.
Masing-masing sektor dapat menerapkan Perlindungan Data Pribadi dalam memproses data pribadi sesuai karakteristik sektor yang bersangkutan.
“Saya tidak ingin kejadian di India juga dialami Indonesia. Sistem informasi yang berisi data pribadi masyarakat India dilaporkan berhasil dibobol. Bahkan, informasi dalam sistem bernama Aadhaar itu disebut-sebut telah dijual pada publik. Padahal Aadhaar merupakan sistem penyimpanan berbasis biometrik terbesar di dunia. Dalam sistem penyimpanan ini tersimpan lebih dari miliar informasi dari penduduk India,” jelasnya.
Meski saat ini telah ada payung hukum perlindungan data pribadi melalui Peraturan Menteri (Permen) Nomor 20 Tahun 2016, namun banyak pihak ingin agar Indonesia memiliki Undang-Undang Data Pribadi karena faktanya Indonesia disebut sebagai negara yang terlambat mengatur soal data pribadi. (ase)