Bidik Kejahatan di Medsos, Polri Bentuk Satgas E-Commerce
- Pixabay
VIVA – Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membentuk Satuan Tugas E-Commerce untuk melindungi konsumen dan masyarakat yang melakukan transaksi ekonomi di media sosial.
Kasubdit II Dittipid Siber Bareskrim Polri, Komisaris Besar Asep Saripuddin mengatakan, pembentukan satgas ini sebagai bentuk kehadiran polisi untuk memberikan rasa aman di media sosial.
"Sekarang kita lihat bahwa kegiatan masyakarat bukan hanya dunia nyata tapi dunia maya. Termasuk kegiatan sifatnya commercial, jual beli online melalui market place maupun medsos lainnya," kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Januari 2018.
Menurutnya, saat ini banyak tindak pidana kejahatan melalui media sosial. Salah satu kejahatan yang marak terjadi yakni penipuan.
"Sekarang banyak kerawanan. Kita tahu teknologi finansial (fintech) ada beberapa celah digunakan orang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Karena di situ banyak terjadi transaksi secara digital yang tentu polisi harus hadir," katanya.
Dalam pembentukan satgas ini, katanya, Polri bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Asosiasi Fintech dan Ikatan Digital Ekonomi serta para operator e-commerce.
Ia pun mengakui, dalam penindakan pelaku kejahatan di dunia maya mempunyai kesulitan tersendiri. Karena menurutnya, para pelaku sering memalsukan identitasnya.
"Memang di situ kami ada kesulitan pelaku menghilangkan identitasnya. Tapi kami sampaikan kepada pelaku atau operator ada teknik dari mereka untuk menyaring para penjual dan memonitor akun-akun yang sudah bermasalah," katanya.
Ke depan, pihaknya akan membuat sistem aduan para korban e-commerce agar mempermudah para korban melaporkan ke pihak kepolisian. Walaupun begitu para korban tetap membuat laporan polisi.
"Nanti ke depan ada sistem aduan para korban e-commerce. Dalam waktu dekat ini bentuk aplikasi online," ucapnya.
Ia juga mengimbau agar masyarakat tidak ragu melaporkan segala bentuk kejahatan di dunia maya. Memang, ia menilai, para korban di media sosial tidak mengalami kerugian yang banyak. Namun, dengan banyaknya korban hal ini cukup meresahkan.
"Itulah ciri khas e-commerce. Kadang-kadang kerugian dikit tidak lapor tapi korbannya banyak. Dan cukup meresahkan. Makanya, kita buka aplikasi online adu kita lidik. Misal cuma Rp50 ribu kami dalami akunnya, ternyata akunnya banyak menipu yang lain," katanya.
Dalam empat bulan akhir tahun lalu, ia menuturkan kerugian korban dari kejahatan dunia maya sebesar Rp2,2 miliar. (ase)