Alfred Wallace dan Tanah Perjanjian di Indonesia
- www.creationism.org
VIVA.co.id – Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia atau AIPI, British Council, Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, dan Perpustakaan Nasional mengangkat kembali arti penting kawasan dan kawasan Wallace bagi Indonesia. Peringatan ini dihadirkan melalui acara bertajuk 'Wallacea Week 2017', kegiatan yang terdiri dari pameran, kuliah umum, diskusi, serta pemutaran film.
Director of Education and Society British Council Indonesia, Teresa Birks menuturkan, rangkaian kegiatan tersebut diselenggarakan untuk mengawali kampanye tentang Wallace dan Wallacea hingga 2019. Kampanye itu sekaligus menandai 150 tahun terbitnya buku The Malay Archipelago karya Alfred Russel Wallace. Sosok naturalis asal Inggris itu berkontribusi menemukan Garis Wallace dan wilayah Wallacea di kepulauan nusantara.
"Tema acara ini didasarkan pada hubungan antara Inggris dan Indonesia yang mana kita bisa melihat berbagai konsep dan isu yang bisa kita dalami lebih lanjut. Ada dua konsep penting yang dihadirkan di sini, yaitu kemitraan dan science communication and public engagement," ujar Birks saat mengisi sesi seminar 'Wallacea Week 2017' di Perpustakaan Nasional, kemarin.
Banyak kisah inspirasi dan kekaguman Wallace tentang kekayaan Indonesia yang tertuang dalam buku karyanya itu, seperti penyebaran biodiversitas yang disebabkan oleh perubahan lempeng bumi di masa silam, serta berbagai penemuan khas dari fauna yang hidup di Indonesia. Siapakah sebenarnya Alfred Wallace?
8 Tahun jelajahi Indonesia timur
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Pemuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harry Widianto mengungkapkan, Alfred Russell Wallace adalah seorang naturalis Inggris yang tiba di Dobo, tepatnya di Pulau Wamar, Maluku pada pertengahan abad ke-19.
Saat itu, ia mengeksplorasi wilayah-wilayah Indonesia timur selama delapan tahun, terhitung sejak 1854 hingga 1862. Wallace menyebutkan, kepulauan Aru sebagai The Promised Land (tanah yang dijanjikan). Penyebutan itu bentuk dari keagungan atas keanekaragaman hayati kepulauan Aru dan jenis kerang-kerangan laut yang belum pernah dilihatnya di belahan dunia lain.
Hasil penelitian Wallace di Aru kemudian disatukan sebagai sebuah karya ilmiah bersama kajiannya mencakup wilayah lain di Asia Tenggara yang dikunjunginya.
"Sebetulnya dia itu adalah akar dari revolusi. Dia yang menuntun Charles Darwin untuk menyusun teori genesis spesies. Dia juga yang menuntun Eugène Dubois untuk menjadi pelopor penemu manusia purba. Itulah mengapa sampai sekarang Indonesia menjadi surganya manusia purba yang dihormati dunia," ujar Harry.
Harry menuturkan, penelitian mengenai area Wallace itu masih terus berlanjut hingga masa kini, yang mana terdapat unsur biologi, glasiologi, perubahan lempeng tanah, antropologi, etnografi, epidemiologi, dan astrobiologi.
Harry menyebutkan Wallace sebagai The Man Behind The Scene. Meski dia tidak mendapat banyak pengakuan dari publik, tetapi Wallace mampu menyalurkan ilmunya secara tidak langsung kepada Darwin dan Dubois, demi Indonesia.
Dalam buku berjudul The Malay Archipelago tersebut, Wallace mengemukakan teorinya, dengan mengacu pada distribusi hewan dan burung. Secara total ilmuwan dunia ini mengumpulkan lebih dari sembilan ribu spesimen objek-objek alam dari sekitar seribu enam ratus spesies.