Banyak Konten Seluler Mubazir, Konsumen Jadi Obyek Jualan
- REUTERS/Benoit Tessier
VIVA.co.id – Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, menegaskan layanan data sebaiknya tidak membuat pengguna dalam posisi memilih, yang disebabkan oleh ketidaktersediannya layanan dari operator lain.
Menurutnya, apabila penyelenggara jasa seluler masih menggunakan pola pikir (mindset) seperti itu, cepat atau lambat, akan mudah terlibas dari persaingan pasar.
"Contohnya saat operator 'memaksa' konsumen untuk merasakan bundling dengan konten-konten tertentu. Nyatanya juga konten tersebut tidak sesuai dengan keinginan pengguna karena memang jarang sekali dipakai. Jadi buat apa?" katanya di Jakarta, Selasa 16 Mei 2017.
Oleh karena itu, ia melanjutkan, hal ini terkesan bahwa pengguna atau konsumen hanya menjadi obyek jualan. Operator tidak mengindahkan bahwa tidak semua orang suka dengan konten yang di-bundling dalam paket jualan data.
Senada, Yessie D Yosetya yang mewakili Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), menyampaikan penetapan tarif data harus dilihat dari dua sisi, yaitu melalui kacamata konsumen dan operator.
Meski demikian, dia menyebut bahwa kedua belah pihak harus mendapat keuntungan yang seimbang.
"Dari sisi ekosistem bisnis keduanya harus diuntungkan. Jadi, penyelenggara jasa seluler bisa dapat keuntungan dari bisnis mobile data. Konsumen juga memperoleh layanan dengan tarif data terjangkau dan kualitas bagus," tutur Yessie.
Ia juga menekankan operator harus melakukan efisiensi agar harga jual data ke konsumen dapat memenuhi keterjangkauan konsumen.
Ketika ekosistem itu berjalan dengan baik, tentunya, masyarakat banyak akan diuntungkan karena mereka memperoleh layanan mobile data dengan kecepatan maksimal dan harga terjangkau.