Deretan Senyawa Pengobat pada Ganja
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id – Kasus penanaman dan ekstrak ganja untuk pengobatan yang dilakukan oleh seorang suami di Sanggau Kalimantan Barat, sedang menjadi perhatian publik.
Suami bernama Fidelis Ari Sudarwoto menanam dan mengekstrak ganja demi pengobatan bagi istrinya, Yeni Riawati, yang terkena penyakit Syringomyelia atau munculnya kista di sumsum tulang belakang.
Belakangan Fidelis ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional Kabupaten Sanggau. Kasus ini menjadi polemik, setelah Fidelis tertangkap, sang istri yang awalnya cukup membaik dengan ektrak ganja akhirnya meninggal dunia.
Menanggapi kasus tersebut, peneliti Natural Product and Pharmaceutical Chemistry Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Sofna Banjarnahor, mengatakan dalam ganja memang mengandung banyak senyawa aktif, setidaknya ada 113 lebih senyawa.
Dilihat dari sifatnya, senyawa pada ganja terbagi menjadi dua yakni senyawa psikoaktif dan senyawa non-psikoaktif.
"Yang membedakan psikoaktif dan non-psikoaktif adalah keterikatannya pada reseptor di otak. Yang bersifat psikoaktif terikat secara baik dengan reseptor CB1. Sedangkan yang non-psikoaktif terikat secara lemah dengan reseptor tersebut," kata dia melalui pesan tertulisnya kepada VIVA.co.id, Jumat, 31 Maret 2017.
Sofna menyatakan, senyawa non-psikoaktif sudah banyak diteliti manfaatnya di bidang kedokteran, yakni sebagai antiradang, antikanker pelemas otot, obat epilepsi dan antinyeri.
Secara umum, kata Sofna, senyawa psikoaktif lebih kelihatan mata, misalnya menjadi mudah tidur, selera makan dan membuat mood yang lebih baik. Sedangkan senyawa non-psikoaktif cenderung pada yang tidak kelihatan mata.
Dalam kasus Fidelis, Sofna menduga, senyawa dalam ekstrak ganja membantu pengecilan kista. "Ada kemungkinan terjadi pengecilan kista karena efek antikanker dari senyawa," ujarnya.
Namun untuk senyawa mana yang berkontribusi dalam kasus itu, Sofna menyatakan perlu penelitian mendalam di dalam laboratorium. Dia menuturkan, proses ekstrak ganja juga akan mempengaruhi jenis senyawa yang akan lebih banyak.
Sofna menjelaskan, senyawa non-psikoaktif telah dibuktikan dalam penelitian di luar negeri, punya efek antikanker. Namun pembuktian itu masih sebatas uji coba pada hewan tikus, belum sampai pada uji coba di manusia.
Untuk di Tanah Air, kata Sofna, memang belum ada penelitian tentang senyawa ganja, sebab hal ini berkaitan dengan status hukum tanaman tersebut.
Terlepas dari manfaatnya untuk bidang kedokteran, Sofna menekankan, agar tidak sembarangan mengolah atau memanfaatkan ganja, sebab terkait dengan status hukumnya.
"Tanaman ini dan ekstraknya dikategorikan sebagai bahan terlarang di Indonesia secara hukum," tuturnya.
Berikut enam senyawa yang paling dominan pada ganja:
1. THC (tetrahydrocannabinol)
Senyawa ini bersifat psikoaktif. Senyawa ini sangat larut dalam lemak, sehingga bisa menembus peredaran darah otak (blood brain barrier) dan memacu fungsi otak, yang dapat mengakibatkan perubahan sementara atas fungsi kognitif. Senyawa ini pula yg menimbulkan efek adiksi atau ketergantungan. Senyawa dapat memengaruhi mood hingga menimbulkan euforia/rasa gembira berlebihan, meningkatkan selera makan, dan lainnya. Namun hanya bersifat sementara.
2. CBD (Cannabidiol); senyawa ini bersifat non-psikoaktif.
3. CBC (cannabichromene); senyawa ini bersifat non-psikoaktif.
4. CBG (cannabigerol); senyawa ini bersifat non-psikoaktif.
5. CBN (cannabinol); senyawa ini bersifat non-psikoaktif.
6. THCA (tetrahydro cannabinoic acid); senyawa ini bersifat non-psikoaktif.
(ase)