Soal Biaya Interkoneksi, Serikat Pekerja BUMN akan ke DPR

Ilustrasi menara BTS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhammad Firman

VIVA.co.id – Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis menganggap penurunan tarif interkoneksi melanggar aturan dan hanya siasat Menkominfo mencari popularitas. Mereka pun berencana untuk mendatangi DPR pekan depan.

Dikatakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Strategis, Wisnu Adhi Wuryanto, sejatinya biaya interkoneksi turun tidak menjamin tarif ritel ikut turun. Malah kebijakan ini cenderung memberikan keuntungan ke operator asing.

"Ini hanya langkah mencari popularitas, yang jelas merugikan negara karena pihak yang dirugikan adalah  BUMN. Kami  juga berencana menyampaikan aspirasi dalam bentuk unjuk rasa damai kepada DPR minggu depan,” kata Wisnu, dalam keterangan resminya, 28 Agustus 2016.

Diketahui, usai bertemu Menkominfo pada 24 Agustus lalu, DPR lanjut melakukan rapat dengar pendapat dengan para operator telekomunikasi. Pekan depan DPR akan kembali memanggil Menkominfo untuk meminta keputusan pasti terkait dengan kebijakan penurunan interkoneksi, dari Rp250 per detik menjadi Rp204 per detik untuk panggilan lokal, serta 17 jenis panggilan lainnya yang rata-rata turun 26 persen.

Selain merugikan BUMN dan menguntungkan perusahaan telekomunikasi asing, Wisnu menyoroti prosesnya terkesan terburu-buru dan azas kepatutan penandatanganan pun diabaikan. Surat edaran tersebut dirasa tidak layak jika ditandatangani plt dirjen, karena masih kosongnya kursi Ketua Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

"Isi surat tersebut juga terindikasi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, khusus mengenai penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut. Oleh sebab itu, potensial dilakukan gugatan ke PTUN, atau bila nantinya dikeluarkan melalui Peraturan Menteri maka potensial diajukan Judicial Review ke Mahkamah Agung," kata Wisnu.

Pasal 22 menyebutkan, Kesepakatan interkoneksi antar penyelenggara jaringan telekomunikasi harus tidak saling merugikan dan dituangkan dalam perjanjian tertulis. Sedangkan di pasal 23 ayat (1) juga dijelaskan, Dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui 2 (dua) penyelenggara jaringan atau lebih, dikenakan biaya interkoneksi”.

Kemudian dilanjutkan di ayat (2) bahwa Biaya interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama dan adil. Sementara ada operator yang masih keberatan dengan keputusan ini.

Erajaya dan Operator Telekomunikasi 'Jalan Bareng'

Dari sisi besar keuntungan operator asing dan kerugian negara, Wisnu menjelaskan, jika melihat besaran tarif interkoneksi yang ditetapkan Rp204, sedangkan pada Rapat dengar pendapat antara Komisi I DPR dengan  para CEO operator pada tanggal  25 Agustus 2016 lalu, dengan Cost Recovery Rp65 per menit XL akan untung Rp139 per menit, untuk Indosat dengan Recovery Rp87 per menit  akan  untung Rp117 per menit. 

Kemudian untuk Hutchinson dengan Cost Recovery Rp120 per menit akan untung Rp84 per menit. Sedangkan khusus Telkomsel, dengan Cost Recovery Rp285 per menit akan rugi Rp81 per menit. Jika trafik interkoneksi antaroperator Rp10 miliar menit per bulan, bisa dihitung berapa keuntungan operator asing tersebut dan kerugian Telkomsel bisa Rp800 miliar per bulan. 

Mengenal Jawwal, Operator Telekomunikasi Palestina yang Dibombardir Israel

“Idealnya kementerian menetapkan tarifnya tidak sama rata, tetapi konsisten berbasis biaya masing masing operator. Melihat indikasi kerugian negara karena Telkomsel adalah anak usaha BUMN dan indikasi memperkaya pihak lain ini, walau kebijakan ini populis, kami sedang mengkaji dengan serius untuk melaporkan kebijakan ini KPK dan BPK," tutur Wisnu.

Ketua Umum Serikat Karyawan Telkom, Asep Mulyana, menambahkan, kebijakan tarif interkoneksi dari Menkominfo memang akan membuat Telkomsel sebagai anak usaha Telkom rugi dua kali, yaitu dibayar lebih rendah dari biaya yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel dihubungi pelanggan non Telkomsel dan membayar lebih tinggi dari yang seharusnya saat pelanggan Telkomsel menghubungi.

Penetrasi Teknologi 5G di Indonesia Dilakukan Bertahap

"Sehingga Serikat Karyawan Telkom menolak kebijakan tersebut dan mendukung apa yang akan dilakukan Federasi Serikat BUMN Strategis," ujar Asep.

Teknologi 6G.

Apakah Indonesia Butuh Teknologi 6G

Penerapan teknologi telekomunikasi 6G harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

img_title
VIVA.co.id
19 Mei 2024