Pengelolaan Sampah di Bandung Akan Gunakan Biodigester
- VIVAnews/Yadi
VIVA.co.id - Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil memastikan, pengelolaan sampah di Kota Bandung akan menggunakan teknologi biodigester.
Menurut pria yang akrab disapa Emil tersebut, pengelolaan sampah dengan menggunakan biodigester akan lebih menguntungkan, ketimbang insinerator, lantaran biaya pengolahan (tipping fee) yang lebih kecil.
"Keuntungannya, dapat subsidi dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara), yang nilainya ditentukan berdasarkan kajian. Listrik dibayar lebih mahal dari alistrik biasa, sehingga investor bisa balik modal lebih cepat,"Â katanya kepada wartawan, usai rapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup, Rabu 10 Desember 2016.
Selama ini, lanjutnya, modal yang dikembalikan kepada para investor dibebankan dari tipping fee. Hal tersebut, memberatkan beban Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Mulanya, Emil menduga teknologi biodigester hanya mampu mengolah sampah berskala kecil. Namun, belakangan, dia mendapatkan informasi bahwa biodigester mampu mengolah sampah hingga ribuan ton.
"Tahun ini, kami upayakan akan mulai membangun PLTSA (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dengan teknologi yang tidak membakar," jelasnya.
Saat ini, ia sedang menunggu presentasi pemilik teknologi baru terkait biodigester skala kota. Jika semua cocok, teknologi tersebut akan dikaitkan dengan prosedur lama.
Emil juga yakin, lokasi PLTSA sudah tidak ada masalah. Dia mengakui, sudah meninjau lokasi di kawasan Gedebage Bandung untuk pembangunan PLTSA. "Enggak ada masalah, sekitar 5-7 hektare sudah cukup," ujarnya.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup, Sudirman mengatakan, pemerintah pusat akan mendukung upaya Pemerintah Kota Bandung untuk membangun biodigester.
Menurutnya, dari Rancangan Peraturan Presiden Percepatan Pengelolaan Pusat Listrik Tenaga Sampah, tujuh kota yang ditunjuk bisa memilih salah satu teknologi yang ditawarkan dalam Pasal 1.
Ada tiga teknologi yang ditawarkan, yakni insinerator, biodigester dan gasifikasi.
"Pemerintah pusat akan melihat berdasarkan feasibility study (studi kelayakan). Dilihat juga dari semangat pemerintah daerahnya," kata Sudirman. (asp)