UU Telekomunikasi Dianggap Pro Asing, Perlu Diamandemen

Ilustrasi menara bersama
Sumber :
  • abc.net.au

VIVA.co.id - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menilai UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi sudah ketinggalan zaman dan terlalu liberal. Dalam undang-undang itu, pemerintah dianggap memberikan kebebasan pada pasar dan pemodal asing.

"UU Telekomunikasi Tahun 1999 bukan lahir dari semangat reformasi, konsep awalnya adalah deregulasi dan liberalisasi" kata Amir Effendi Siregar, Ketua PR2Media, dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Selasa 9 Juni 2015.

Menurut Amir, UU Telekomunikasi yang lama, tidak lagi sesuai dengan pesatnya perkembangan teknologi seperti sekarang. Belum lagi, kata dia, UU Telekomunikasi juga tidak sejalan dengan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Secara paradigma, lanjut Amir, UU Telekomunikasi dan UU Penyiaraan terlihat berbeda.

Di dalam UU Telekomunikasi, negara membiarkan penyelenggaraan jaringan dan jasa dapat dikuasai asing.

Apple Bangun Tempat Riset Dulu, Baru Jualan di Indonesia

Kemudian regulasi tersebut juga membiarkan konsentrasi terjadi dengan membiarkan penyelenggara dapat mengontrol, mengendalikan dan memiliki penyelenggara jasa telekomunikasi.

Sementara dalam dunia penyiaran secara jelas dinyatakan bahwa asing tidak boleh mengendalikan dan menguasai lembaga penyiaran.

"Perbedaan ini perlu segera diselesaikan, termasuk sinkronisasi undang-undang," ujarnya.

PR2Media berharap, pemerintah dan DPR bisa secepatnya mengamandemen UU Telekomunikasi dan dibahas dalam program legislasi nasional. (ren)