Telkom Dapat Jatah Slot Satelit di Langit Indonesia
- Pixabay
VIVA – PT Telkom Satelit Indonesia (Telkomsat), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk ditetapkan sebagai pemenang Seleksi Pengguna Filing Satelit Indonesia di Slot Orbit 113 derajat Bujur Timur.
“Keberhasilan ini adalah hal yang strategis bagi pengembangan bisnis satelit Telkomsat dalam memperkuat penyediaan infrastruktur satelit TelkomGroup. Dengan izin penggunaan slot orbit ini, TelkomGroup dapat menghadirkan konektivitas hingga pelosok dan peningkatan kualitas dalam melayani pelanggan dan masyarakat Indonesia,” kata Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Ini merupakan langkah baik bagi Telkomsat sebagai penyedia layanan satelit yang telah berpengalaman dalam memberikan layanan hulu ke hilir yang berkualitas tinggi dan berstandar internasional.
Slot orbit 113 derajat Bujur Timur merupakan salah satu slot orbit premium yang dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) selaku administrator telekomunikasi Indonesia.
Kemkominfo menyelenggarakan proses Seleksi Pengguna Filing Satelit Indonesia di slot orbit 113°BT pada tanggal 5 Oktober 2020.
Telkomsat mengikuti proses seleksi yang dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, tidak diskriminatif, dan akuntabel, dengan menggunakan metode evaluasi komparatif (beauty contest).
Telkomsat dinyatakan berada di posisi tertinggi pada peringkat peserta seleksi berdasarkan total penilaian evaluasi kelayakan.
TelkomGroup melalui Telkomsat ke depan akan menempatkan satelit dengan teknologi terbaru yang dikenal sebagai High Throughput Satellite (HTS) yang cocok untuk melayani pelanggan broadband satelit, mencakup pita frekuensi C band dan Ku band di slot orbit 113 derajat Bujur Timur sebelum 31 Desember 2024.
“Semoga ini memantapkan langkah Telkomsat menjadi penyelenggara layanan satelit terkemuka di regional,” ujar Ririek. (ant)
Alex Denni, Mantan Deputi KemenPANRB, Jadi Korban Kriminalisasi di Kasus PT Telkom
Penerapan Business Judgement Rules (BJR) di Indonesia dinilai belum sepenuhnya terintegrasi dalam praktik hukum, khususnya di perusahaan BUMN.
