Dosen UI Ciptakan Tabung Listrik Ajaib untuk Pedalaman
VIVA – Dua dosen di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), berhasil menciptakan alat khusus yang disebut-sebut mampu menjadi solusi bagi permasalahan kelistrikan di daerah terisolasi dan tertinggal di Indonesia. Teknologi itu diberi nama TaLis alias Tabung Listrik.
Adalah Ir. Chairul Hudaya dan Prof. Iwa Garniwa pembuat alat tersebut. Dalam konsep TaLis, energi listrik bisa disimpan dalam sebuah media penyimpanan energi (baterai) untuk selanjutnya dipakai mengoperasikan peralatan elektronik. Dengan demikian, kebutuhan listrik tidak lagi tergantung pada sistem transmisi jarak jauh dari sumber pembangkit listrik raksasa.
"Dalam melakukan pengisian ulang, TaLis dapat diisi di Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) dan didistribusikan seperti distribusi tabung LPG. Pengisian ulang dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu selama 4 jam," kata Chairul, Sabtu 27 Januari 2018.
Satu unit TaLis, jelas Chairul, dapat menyuplai satu kebutuhan rumah di pedesaaan. "Ini adalah sebuah bentuk inovasi bagi dunia listrik Indonesia yang masih sangat bergantung pada metode konvensional dalam melakukan distribusi listrik," tuturnya.
Chairul mengungkapkan, bentuknya yang ringan dan portabel, TaLis dapat menyimpan 630 Wh energi listrik berbasis baterai lithium-ion serta mudah dipakai karena menggunakan sistem plug and play. Tidak hanya itu, TaLis juga tidak memerlukan KWH meter dan jaringan distribusi listrik sehingga harganya menjadi murah.
"Semua ini menjadi keunggulan TaLis dalam menjadi sebuah media penghantar listrik bagi daerah-daerah yang terisolasi dan belum terdapat jaringan listrik," katanya
Profesor Iwa Garniwa menambahkan, masalah tingkat keterjangkauan akses listrik (rasio elektrifikasi) merupakan masalah klasik Indonesia, meskipun data menunjukkan bahwa tingkat akses listrik RI dari tahun ke tahun terus meningkat.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan tingkat rasio elektrifikasi pada 2014 ada di angka 84,35%, pada 2015 ada di angka 88,30%, dan pada tahun 2017, rasio elektrifikasi mencapai 92,75%.
"Meskipun begitu, masih banyak daerah di Indonesia yang rasio elektrifikasinya jauh di bawah rata-rata nasional. Ini sangat nyata di daerah-daerah terpencil dan jauh dari pusat pembangunan seperti di daerah pegunungan dan pulau di Maluku dan Papua. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi di Maluku adalah sekitar 59,17%, sedangkan Papua baru mencapai angka 48,74% pada Juni 2017," ujarnya.
Selama ini, lanjut Iwa, untuk memenuhi pasokan listrik di Indonesia, pemerintah biasanya menggunakan pembangkit listrik dalam skala besar untuk kemudian dipasok ke masyarakat menggunakan kabel.
Pembangunan pembangkit listrik baru serta tata kelengkapan listrik lainnya, tentu bukan persoalan yang mudah karena terkait dengan persoalan perizinan, pembebasan lahan, tata ruang, dan pendanaan. Hal ini yang menyebabkan biaya penyediaan listrik di Indonesia menjadi sangat mahal.
"TaLis adalah suatu bentuk upaya Universitas Indonesia (UI), sebagai sebuah universitas yang mengedepankan riset, untuk melakukan proses hilirisasi riset dengan konsep triple helix," jelas Iwa.
"Dan untuk menerapkan konsep ini, saat ini kami sudah bekerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya berkat bantuan CSR PT. Wijaya Karya (Persero), TaLis telah diterapkan di Sekolah Master Indonesia-Depok sejak November 2017. Sementara dengan PLN, TaLis akan diimplementasikan dalam menyediakan pasokan listrik di wilayah Maluku dan Papua," jelasnya. (ase)