Mengenang Patriotisme Sang Benteng Kokoh Timnas Indonesia
- Satria Permana/VIVAbola
VIVA.co.id - Duka cita yang mendalam menyelimuti dunia sepakbola Indonesia. Salah satu putra terbaik sepakbola Indonesia, Maulwi Saelan, menghembuskan nafas terakhirnya, Senin 10 Oktober 2016, di usia 90 tahun.
Di era sepakbola saat ini, mungkin tak banyak mengenal sosok penjaga gawang tangguh ini. Andai Uni Soviet punya sosok kiper tangguh pada diri Lev Yashin, maka Indonesia punya Maulwi Saelan.
Lahir di Makassar 8 Agustus 1926, Maulwi memang dikenal sebagai prajurit TNI dan pesepakbola yang tangguh. Perlu diketahui, Maulwi adalah seorang prajurit TNI dengan pangkat terakhir, Kolonel CPM (Purn). Ia pernah menjabat Wakil Komandan Tjakrabirawa di era Presiden Soekarno.
Tak hanya sebagai prajurit Sapta Marga, Maulwi juga dikenal sebagai sosok tangguh di bawah mistar gawang Tim Garuda. Bermain bersama para legenda lain semisal, Ramang, dan Matheos Puttiray.
Rekam jejak Maulwi yang paling diingat adalah saat membawa Timnas Indonesia, menembus Olimpiade 1956 Melbourne. Tak hanya itu, Maulwi bahkan mampu membawa Tim Merah-Putih, menahan imbang Uni Soviet 0-0, yang kala itu masih diperkuat kiper legendaris dunia, Lev Yashin.
Sederet pengabdian Maulwi pada dunia sepakbola Indonesia, saat menjabat Ketua Umum PSSI medio 1964-1967. Meski memiliki background militer, Maulwi dikenal sebagai sosok yang tenang dan jarang bicara.
"Dia pernah bilang sama saya, 'Her, di dada kamu ada lambang Garuda dan (bendera) Merah-Putih. Main yang semangat dan kerjasama. Jangan berpikir macam-macam.' Itu yang saya ingat betul dari beliau," ujar Heri Kiswanto, mantan bintang Timnas Indonesia era 80an.
Tak hanya tegas di lapangan, Maulwi juga dikenal sebagai sebagai sosok ayah yang sangat disiplin mendidik anak-anaknya. Meskipun, dalam keseharian ia juga jarang sekali marah kepada anak-anaknya.
"Bapak itu, orang yang tidak pernah marah. Tapi dia sangat tegas dan disiplin. Dia begitu peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Dia tidak pernah memaksakan kepada anak-anaknya untuk jadi pemain bola atau jadi tentara," ujar Asha Saelan, putra bungsu Maulwi.
"Saya pernah masuk sekolah (sepakbola) Persija (Jakarta), dulu waktu masih di Menteng. Tapi, saya memang tidak tertarik dengan sepakbola. Kata Bapak 'Ya sudah, enggak apa-apa kalau enggak suka.' Ya seperti itulah bapak. Beliau tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada saya atau kakak-kakak saya," kata Asha menambahkan.
Kini, sang Benteng Kokoh Timnas Indonesia itu telah berpulang ke haribaan Tuhan Yang Maha Esa. Namun, jasa-jasa dan prestasi Maulwi akan tetap dikenang oleh seluruh bangsa ini. Selamat jalan Maulwi Saelan, selamat jalan Benteng Kokoh timnas Indonesia.