Kisah Putra Bos Juventus Terbunuh Setelah Masuk Islam

Mendiang mantan Direktur, Juventus Edoardo Agnelli
Sumber :
  • Eduardoagnelli.com

VIVA – Juventus, salah satu klub dengan basis fans terbesar di dunia ternyata menyimpan cerita kelam. Itu menyangkut keluarga pemiliknya yakni Gianni Agnelli. 

Miliaran orang di dunia tentu tahu nama besar Juventus, klub elite sepakbola Italia yang berbasis di kota Turin. Dimiliki oleh keluarga Agnelli, konglomerat Negeri Menara Pisa, ada satu kisah kelam di balik kesuksesan keluarga ini. Ya, kisah itu adalah kematian Edoardo Agnelli, putra mendiang Gianni Agnelli, bos Juventus yang begitu mahsyur.

Menlu Italia Sebut Perintah ICC Tangkap Netanyahu Tak Akan Percepat Perdamaian di Timur Tengah

Tak banyak orang tahu siapa Edoardo Agnelli. Dia adalah putra sulung Gianni dan sang istri, Marella, yang lahir pada 9 Juni 1954. Lahir dari keluarga kaya raya, Edoardo sebenarnya sudah terbiasa dengan beberapa hal semisal bisnis, sepakbola, dan otomotif.

Bagaimana tidak, keluarganya tak hanya memiliki Juventus. Tetapi, Keluarga Agnelli adalah pemilik perusahaan otomotif raksasa di Eropa dan dunia, FIAT. Keluarga ini juga jadi pemilik tim Formula 1, Scuderia Ferrari.

Menhan Italia: Kalau Netanyahu dan Gallant Datang ke Sini, Kami Harus Tangkap Mereka

Meski hidup bergelimang harta, hidup Edoardo tak lantas berjalan baik. Sebab, sederet peristiwa tak mengenakkan sempat menghampiri hidupnya, bahkan hingga kematiannya.

Edoardo Agnelli (kanan) dan Gianni Agnelli

Paul Pogba Bisa Ngomong Bahasa Indonesia Berkat IShowSpeed: Minggir Lu Miskin

Edoardo tak seperti sang ayah yang dikenal sebagai pebisnis ulung dan ahli bernegosiasi, hingga mendapat julukan L'Avvocato (Sang Pengacara). Edoardo lebih senang menghabiskan waktunya dengan membaca buku-buku filsafat, hingga tertarik dengan banyak hal mistis.

Hal itu yang pada akhirnya membawa Edoardo memilih untuk menjalani pendidikan di Princeton University, New Jersey, Amerika Serikat. Di sini, Edoardo memperdalam ketertarikannya tentang sastra, filsafat, dan kultur budaya timur (Asia).

Siapa sangka, ketertarikannya tentang sastra, filsafat, dan budaya timur, membawa Edoardo dekat dengan Islam. Di sisi lain, apa yang didalaminya ini justru malah jadi malapetaka yang pada akhirnya menjadi penyebab kematiannya.

Pertentangan Hati

Setelah lulus dari Princeton Universitty, Edoardo lebih memilih untuk menjauh dari keluarganya. Ia menghabiskan banyak waktunya untuk berkeliling negara-negara kawasan Asia dan Afrika. 

Seperti yang dijelaskan tadi, Edoardo memiliki sifat yang jauh berbeda dengan ayahnya. Dalam pandangan Edoardo, keluarganya terlalu bersikap materialistis dan hanya mementingkan bisnis.

Menurut laporan media Italia, La Republicca, Edoardo bahkan sering menghujat FIAT, perusahaan yang notabene dimiliki oleh keluarganya sendiri. Edoardo lebih suka bergaul dengan kalangan masyarakat bawah, yang membuatnya sering bersitegang dengan sang ayah.

"Saya tidak berniat duduk di dewan tinggi perusahaan mobil. Saya tidak pernah mempertimbangkan untuk menjadi manajer sekalipun," ujar Edoardo dalam wawancara dengan sebuah surat kabar pada 1998, dikutip Independent.

"Jika mereka meminta saya untuk duduk di dewan itu, saya akan mengatakan tidak. Karena saya tidak cocok," katanya.

Median mantan Direktur Juventus, Edoardo Agnelli

Pada akhirnya, Edoardo pun dicoret dari daftar ahli waris FIAT. Meski demikian, ia masih dipercaya Gianni untuk menjabat sebagai Direktur Juventus sekitar pertengahan q980an. Edoardo juga ikut menyaksikan laga final Piala Champions (sekarang Liga Champions) musim 1984/1985, antara Juventus melawan Liverpool di Heysel Stadium, Brussels, yang berujung tragedi.

Punya jabatan tinggi di Juventus, tak serta membuat hidup Edoardo positif. Sebab, menurut laporan Independent, Edoardo sempat ditangkap aparat kepolisian Kenya pada 1990, dengan tuduhan kepemilikan heroin dan ganja.

Walaupun pada akhirnya pihak kepolisian membebaskan Edoardo, peristiwa ini dipercaya sebagai faktor utama yang membuatnya ingin keluar dari jerat narkotika dan memperdalam sisi religius. Pada akhirnya, Edoardo pun dekat dengan Islam.

New York dan Al-Quran 

Tidak ada yang tahu pasti tahu berapa Edoardo memutuskan untuk memeluk agama Islam. Namun, menurut laporan Mashregnews, Edoardo mengenal Islam di New York, sekitar 1990an. Edoardo mengakui sendiri dalam wawancaranya, bahwa pertama kali ia tertarik untuk membaca Al-Quran di sebuah perpustakaan di New York.

"Suatu hari saat saya berjalan di New York, saya berjalan di perpustakaan dan saya melihat Al-Quran. Saya ingin tahu apa isi di dalamnya," kata Edoardo dikutip dari media Iran, Rasanews.

Edoardo Agnelli (kotak merah) saat berada di Iran

"Saya mulai membacanya dalam Bahasa Inggris, dan saya merasa bahwa kata-kata itu adalah kata-kata suci dan tidak mungkin dibuat oleh manusia. Saya sangat tersentuh dan kemudian saya meminjam buku itu untuk mempelajarinya. Saya merasa seperti memahaminya dan saya percaya itu," ujarnya.

Setelah masuk Islam, Edoardo berganti nama menjadi Hisyam Aziz. Dan bahkan dalam beberapa foto yang tersebar, Edoardo tertangkap kamera tengah melakukan Salat di Iran. Ia juga disebut pernah bertemu dengan pemimpin Revolusi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini.

Kabar Edoardo yang memeluk agama Islam ternyata tersebar luas ke seluruh dunia, termasuk Italia. Hal ini ditengarai membuat Gianni dan keluarga Edoardo lainnya marah besar. Hal ini juga yang pada akhirnya dikaitkan dengan kematian Edoardo.

Misteri Kematian

15 November 2000, Edoardo ditemukan tewas di wilayah Turin. Jasadnya ada di dasar sungai di bawah jalan tol di mana mobilnya terparkir. Menurut laporan Time, Edoardo diduga tewas bunuh diri di usianya yang ke-46 tahun.

Sementara itu, dalam buku Mondo Agnelli: Fiat, Chrysler, and the Power of a Dynasty keluaran tahun 2003, ada keterangan Marco Ellena, dokter yang mengautopsi jasad Edoardo. 

Ellena membenarkan bahwa Edoardo tewas terluka parah akibat benturan keras setelah terjatuh dari ketinggian sekitar 80 meter. Akibatnya, bagian kepala, wajah, dan dadanya mengalami luka yang begitu parah.

"Dia meninggal setelah jatuh dari ketinggian 80 meter," ucap Ellena.

Di sisi lain, kematian Edoardo pun mengundang misteri. Media Italia Corriere della Serra pada 2003 lalu pernah menerbitkan artikel berjudul "Edoardo Agnelli adalah Seorang Martir Syiah".

Artikel itu memberitakan tentang demonstrasi sejumlah mahasiswa Iran di depan Kedutaan Besar Italia di Teheran, yang menuntut dibukanya kembali pemeriksaan terhadap kasus kematian Edoardo. Para mahasiswa ini yakin bahwa Edoardo tidak bunuh diri, tetapi dibunuh.

Mendiang mantan Direktur Juventus, Edoardo Agnelli

Beberapa kalangan Syiah di Iran yakin, Edoardo adalah korban konspirasi yang melibatkan penganut paham Zionisme di Italia beserta keluarga Agnelli sendiri. Maklum saja, investigasi kasus kematian Edoardo pada akhirnya dihentikan dan hanya dianggap kasus bunuh diri biasa.

Akan tetapi, seorang sahabat Edoardo, Marco Bava, justru tak yakin jika sang kawan tewas karena bunuh diri. Sebab, bagi Bava, Edoardo sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda mengalami depresi. 

Di sisi lain, Bava juga yakin jika Edoardo memang bunuh diri, maka setidaknya akan ditemukan suatu pesan yang memang menjadi buktinya. Apalagi, Edoardo bukanlah orang sembarangan di Italia.

"Saya menganggap bunuh diri adalah hal mustahil, dan jelas saya memikirkan apa yang bisa terjadi. Edoardo tidak akan pernah melakukan bunuh diri. Dan jika dia memang melakukannya, dia pasti akan menulis sesuatu untuk membenarkannya," ujar Bava dikutip Cogitoergo.it.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya