Latihan di Bawah Ancaman Pistol, Jadi Bintang Dunia Bersama Liverpool
- IG Liverpool
VIVA – Kisah kelam dialami oleh bomber Liverpool, Roberto Firmino, saat masih menimba ilmu sepakbola di masa kecil. Bayangkan saja, Firmino harus berlatih di bawah ancaman pistol yang sewaktu-waktu bisa meledakkan kepalanya.
Sama seperti kebanyakan pesepakbola top Brasil lainnya, Firmino terlahir dari keluarga miskin dan hidup di perkampungan kumuh dengan kehidupan gangster yang keras. Saking kerasnya, lingkungan Firmino di kawasan Maceio, tak lepas dari baku tembak yang melibatkan gangster.
Orang tua sempat melarang Firmino berlatih sepakbola, khawatir jadi korban salah tembak saat perang gangster terjadi. Kebetulan pula, lapangan tempat Firmino berlatih, sering dipakai tempat nongkrong gangster dan bagai medan perang.
Pun, gangster di sana sangat keji. Terbukti, lima rekan satu timnya dibunuh di atas lapangan, sebelum menginjak 19 tahun.
"Mungkin saja, dia mengambil jalan yang salah dan berujung pada kematian. Sangat keras dan berbahaya, kehidupan Roberto saat masih remaja. Ketika berlatih dulu, sering kali terjadi momen remaja laki-laki terpaksa berdiam diri di rumah, mengunci pintu, karena tembakan mulai meletus di mana-mana," kata mantan pelatih Firmino, Andre Lima Teixeira, dilansir The Sun.
Lebih parahnya lagi, disebutkan Teixeira, perang gangster dengan menggunakan pistol, terjadi saat remaja laki-laki, termasuk Firmino, baru saja melangkah menuju lapangan. Dalam situasi tersebut, tak ada jalan lain kecuali bersembunyi di tempat tertentu.
Suka Pinjam Sepatu
Ketika masih kecil, Bobby (sapaan akrab Firmino) memang hidup di ekonomi yang sulit. Ayahnya, cuma penjual minuman dan terkadang Firmino ikut membantu menawarkan dagangannya.
Sedangkan, ibunya bertugas mengurus adik-adiknya serta keperluan rumah tangga lainnya. Ayah dan ibu Firmino terus bekerja keras, demi mengubah nasib.
Larangan main sepakbola sering muncul dari ayah dan ibunya, karena lebih suka Firmino menghabiskan waktu di sekolah. Selain karena faktor keselamatan, mereka berharap Firmino bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik hingga pekerjaan layak demi mengangkat derajat keluarganya.
Tapi, DNA sepakbola tak bisa dilepaskan dari Firmino. Dia sering bersikap nakal dengan memanjat tembok saat teman-temannya memanggil dan mengundangnya bermain sepakbola.
Pernah di satu ketika, Firmino jatuh dan mengalami luka serius akibat memanjat dinding. Luka itu, masih ada sampai sekarang.
"Saya bersahabat dengannya, sejak usia 13 sampai 17 tahun. Tapi, kami sudah mulai bermain bersama sejak usia 12 tahun, ketika membela Flamenguinho. Saya tinggal sekitar empat hingga lima blok dari Roberto, berlatih bersama. Ibunya selalu melarang dia berlatih," kata teman Firmino, Jose Cicero da Silva.
"Kami begitu miskin, sampai harus meminjamkan sepatu masing-masing," lanjutnya.
Nasib Cicero tak seberuntung Firmino. Kini, dia bekerja sebagai tukang plester dinding di Brasil.
"Tuhan tahu, bagaimana kerasnya dia bekerja. Banyak rekan kami tewas karena berhubungan dengan perang mafia narkoba. Kini, di sana tak ada lagi yang bisa menyelamatkan anak-anak dari mimpi buruk tersebut," jelas Cicero.