Sejarah 22 Pemain Italia Akan Ditembak Mati di Piala Dunia
- Ipolitics.ca
VIVA – Paham fasisme memang jadi biang keladi terjadinya Perang Dunia II mulai 1939 hingga 1945. Namun beberapa tahun sebelum itu, ada kisah ngeri saat fasisme jadi ancaman dalam sepakbola.
Piala Dunia 1938, digelar di Prancis tepat setahun sebelum genderang perang dipukul kencang oleh dua sosok pemimpin fasis, Adolf Hitler dari Jerman, dan pemimpin fasisme Italia, Benito Mussolini.
Lantas, apa hubungannya fasisme dengan sepakbola? Mengapa fasisme bisa mengancam sepakbola? Sebuah sejarah kelam terjadi saag Piala Dunia 1938 digelar.
Saat ajang tersebut digelar, Mussolini yang berasal dari Partai Fasis Nasional tengah menduduki posisi vital, Perdana Menteri Italia. Tak heran, Mussolini punya kuasa untuk menentukan apa saja yang ia inginkan apalagi hanya soal sepakbola.
Ya, ada kisah kemanusiaan dan kejahatan Mussolini yang lahir di partai final Piala Dunia 1938, yang mempertemukan Italia dengan Hungaria, di Stade Olympique de Colombes, Paris, 19 Juni 1938.
***
Dalam laga tersebut, armada Gli Azzurri akhirnya mampu mempertahankan gelar juara Piala Dunia (Italia juga juara pada Piala Dunia 1934). Ya, Italia mampu mengalahkan Hungaria dengan skor akhir 4-2. Empat gol Italia dicetak oleh Luigi Colausig menit 6 dan 35) dan Silvio Piola menit 16 dan 82.
Sementara itu, Hungaria hanya mampu membalas dua gol lewat Pal Titkos menit 8, dan Gyorgi Sarosi menit 70.
Benar saja, ada yang tak benar dengan kemenangan Italia. Menurut laporan The Guardian, 22 pemain Italia yang saat itu akan bertanding menerima telegram langsung dari Mussolin. Isinya sebuah ancaman. Jika Italia gagal juara, maka 22 pemain beserta seluruh ofisial tim akan ditembak mati sesampainya di Italia.
“Vincere o morire!" atau dalam Bahasa Indonesia berarti “menang atau mati!” bunyi isi telegram Mussolini kepada para pemain Italia dalam buku Great Moments in World Cup History, yang ditulis Diane Bailey pada 2010.
***
Tak cuma itu, fakta bahwa ada ancaman dari Mussolini juga didukung pernyataan dari penjaga gawang Hungaria yang tampil di laga final, Antal Szabo.
"Saya mungkin membuiarkan empat gol bersarang ke gawang saya. Tapi setidaknya saya sudah menyelamatkan nyawa mereka (22 pemain Italia)," kata Szabo dikutip Bleacherreport.
80 tahun berlalu setelah kisah kelam ini. Pada akhirnya, ada nilai-nilai kemanusiaan dalam sepakbola. Tak hanya pertandingan 2x45 saja, tapi lebih besar dari itu sepakbola bisa mengubah nasib setiap pelakunya.