Perangi Rasisme, Serie A Lakukan Kampanye Aneh

Penyerang Inter Milan, Romelu Lukaku
Sumber :
  • Instagram/@inter

VIVA – Kompetisi Serie A tengah dikepung banyak insiden rasisme pada musim ini. Para pendukung beberapa klub kerap melakukan nyanyian monyet kepada pemain kulit hitam seperti Romelu Lukaku dan Mario Balotelli, hanya untuk mengintimidasi di saat pertandingan berjalan.

Warganet Serukan Boikot Rumah Makan Padang Berlisensi Ikatan Keluarga Minang: Rasis!

Terlepas dari sejumlah insiden yang terjadi, Serie A tampaknya sadar betul bahwa masalah rasialisme menjadi sebuah ancaman besar. Baru-baru ini, Serie A telah mengumumkan langkah inisiatif untuk mengatasi rasisme.

Namun kampanye yang dilakukan Serie A terlihat aneh karena menampilkan gambar 3 monyet yang sudah mulai dipajang di sejumlah markas klub-klub Serie A. Rencananya, gambar 3 monyet itu akan di rilis oleh Serie A pada ajang Coppa Italia, Mei 2020 mendatang.

Prabowo Pilih Jalan Bersahabat ke Semua Negara: Kita Anti Rasialisme, Kita Anti Apartheid!

Dalam upayanya memerangi setiap nyanyian monyet pada pemain kulit hitam, Serie A menugaskan seniman bernama Simone Fugazzotto untuk menggambar wajah 3 monyet tersebut.

"Saya hanya menggambar monyet sebagai metafora bagi manusia. Kami membawa konsep untuk pencegahan rasisme, karena pada dasarnya semua adalah monyet. Jadi saya melukis monyet Barat, monyet Asia, dan monyet hitam," kata Fugazzotto seperti dikutip Football Italia.

Pemain Como Disanksi FIFA Akibat Ucapan Rasial ke Striker Wolves

Sementara itu, CEO Serie A, Luigi De Siervo, tampaknya tidak begitu cukup memahami bagaimana cara memerangi rasisme.

"Lukisan-lukisan Simone sepenuhnya mencerminkan nilai-niai permainan yang adil dan toleransi, sehingga akan tetap kami pajang di kantor pusat kami," ucap De Siervo.

Sungguh sebuah ironi bahwa upaya Serie A untuk mencegah rasisme berakhir menjadi sangat rasialis. Memang, lukisan-lukisan yang dibuat Simone menggambarkan masalah besar pada persepakbolaan Italia.

Penggemar di Italia mungkin meneriakkan suara monyet kepada Lukaku atau Balotelli, sebagai bentuk intimidasi semata saat pertandingan berjalan. Akan tetapi, pada kenyataannya itu hanya rasisme yang menyamar sebagai fandom sepakbola.

>
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya