Sihir Arsitek Terbuang Liverpool yang Bikin Leicester Tokcer

Manajer Leicester City, Brendan Rodgers
Sumber :
  • Twitter/@OptaJoe

VIVA – Dalam beberapa artikel sebelumnya, ada beberapa sosok yang punya peran penting di balik aksi impresif Leicester City musim ini. Setelah membahas para pemainnya, tentu tak boleh dilupakan sosok seorang Brendan Rodgers, manajer asal Irlandia Utara yang membuat Si Rubah berlari lincah.

Kata Ruud van Nistelrooy Usai Resmi Jadi Pelatih Leicester City, Bakal Tiru Gaya Pelatih Ini

Rodgers sebelumnya didatangkan Leicester dari Celtics musim lalu. Saat itu, eks manajer Swansea City dan Liverpool ini sebenarnya tinggal selangkah lagi membawa Celtics menjuarai Scottish Premiership. 

Akan tetapi, pria berusia 46 tahun ini lebih memilih kembali ke Inggris. Sepertinya Rodgers ingin tantangan baru setelah tiga tahun berkarier di Skotlandia. Bersama Celtics, Rodgers sukses mendaratkan tujuh gelar domestik, dua gelar Scottish Premiership, dua gelar Piala Skotlandia, dan tiga gelar Piala Liga Skotlandia.

Imam-Ririn Unggul 51,5 Persen, Tim Pemenangan Soroti Kendalanya

Manajer Leicester City, Brendan Rodgers

Setelah masuk menggantikan peran Claude Puel yang dipecat, secara perlahan Rodgers mulai menunjukkan sentuhannya. Dalam 11 pertandingan terhitung sejak pekan ke-28 Premier League 2018/2019, The Foxes di bawah komando Rodgers hanya tiga kali menelan kekalahan, dua kali bermain imbang, dan berhasil merebut enam kemenangan. Alhasil, Rodgers membawa Leicester finis di posisi sembilan klasemen akhir musim lalu.

Catatan Head to Head Indonesia vs Jepang, 5 Kali Menang dan 9 Kali Kalah

Menurut data Premierleague.com, Rodgers langsung membawa Leicester tak terkalahkan dalam empat laga awal Premier League musim ini.  Bermain imbang melawan Wolverhampton Wanderers dan Chelsea, diikuti dengan dua kemenangan atas Sheffield United dan AFC Bournemouth.

Sayang, rekor itu sempat patah saat Jamie Vardy cs kalah 0-1 dari Manchester United. Setelah itu, Leicester sempat memetik dua kemenangan lagi melawan Tottenham Hotspur dan Newcastle United. Akan tetapi, kekalahan lagi-lagi menghampiri, saat Leicester dibekap Liverpool.

Manajer Leicester City, Brendan Rodgers

Setelah itu, kekalahan tak pernah lagi dirasakan. Tujuh pertandingan selanjutnya berhasil dimenangkan Leicester secara beruntun. Berkat catatan ini, pemegang gelar juara Premier League 2015/2016 ini berhasil menduduki posisi kedua klasemen, unggul tiga poin dari Manchester City di posisi ketiga, dan terpaut delapan poin dari Liverpool di posisi puncak.

Sihir Rodgers ternyata bisa dibuktikan dalam angka-angka. Menurut data Opta, Leicester sudah memetik 52 poin sejak ditangani Rodgers. Leicester mampu memetik 16 kemenangan, empat hasil imbang, dan hanya menelan lima kekalahan. Jumlah poin itu adalah yang ketiga tertinggi di bawah Manchester City (59 poin), dan Liverpool 71 poin).

Tak cuma itu, Rodgers juga berhasil membawa Leicester memetik delapan kemenangan secara beruntun di semua ajang. Catatan ini adalah yang terbaik kedua setelah sebelumnya Leicester pernah mencatat 10 kemenangan beruntun periode Desember 1962 hingga Maret 1963.

Manajer Leicester City, Brendan Rodgers

Lebih dari itu, Rodgers ternyata punya catatan statistik lebih baik jika dibanding Claudio Ranieri, manajer yang membawa Leicester juara musim 2015/2016. Dilihat dari angka-angka mulai dari gol, kebobolan, tembakan, persentase penguasaan bola, dan poin yang diraih.

Rata-rata gol per pertandingan musim ini adalah 2,3 gol sementara di era Ranieri hanya mencapai 1,8 gol. Kemudian di lini pertahanan, pada era Ranieri rata-rata kebobolan mencapai 0,9 gol, sementara saat ini hanya 0,6 gol.  Soal agresivitas statistik Rodgers jauh di atas Ranieri. Rata-rata tembakan Leicester musim ini mencapai 14,5 tembakan, unggul dari era Ranieri yang rata-rata hanya 13,7 tembakan. 

Kemudian soal penguasaan bola, rata-rata Leicester musim ini mampu mencatat 58 persen. Sementara di bawah komando Ranieri, hanya mencapai 43 persen. Yang terakhir soal poin. Jika di zaman Ranieri rata-rata mampu meraih 2,1 poin, di masa Rodgers naik hingga 2,3 poin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya