Mursyid Effendi Angkat Bicara Soal "Sepakbola Gajah" PSS Vs PSIS
- Adi Yoga/VIVAbola
VIVAbola - Mantan pemain Timnas Indonesia, Mursyid Effendi, angkat bicara terkait 'Sepakbola Gajah' pada laga PSS Sleman Vs PSIS Semarang, Minggu, 26 Oktober lalu. Menurut Mursyid, PSSI jangan hanya menimpakan kesalahan kepada pemain saja.
Seperti diketahui, PSS dan PSIS menjadi pesakitan setelah kedua tim sama-sama mengalah saat bertemu di Grup N babak 8 besar Divisi Utama, Minggu lalu. Dalam duel ini, PSS akhirnya menang dengan skor 3-2. Ironisnya, kelima gol yang tercipta lahir dari gol bunuh diri. Masing-masing lewat Hermawan Putra Jati dan Agus Awank dari PSS, serta Komaedi (2 gol) dan Catur Edi yang mencetak gol bunuh diri dari PSIS
Komisi Disiplin (Komdis) PSSI menilai pertandingan ini sudah mencederai azas fair play. Karena itu, para pemain yang melakukan gol bunuh diri dalam duel ini dipastikan akan menerima sanksi. Komdis juga tengah mencari aktor-aktor di balik insiden memalukan tersebut. Rencananya, Komdis PSSI akan memanggil kedua kubu hari ini.
Menurut Mursyid, para pemain yang melakukan gol bunuh diri dalam duel PSS vs PSIS tidak mungkin bertindak sendiri. “Mereka memang salah, tapi itu kan bukan keputusan pribadi pemain. Saya yakin, sebelum itu (gol bunuh diri) dilakukan ada rapat kecil di internal klub,” kata Mursyid saat dihubungi VIVAbola, Selasa, 28 Oktober 2014.
Mursyid merupakan pemain bertahan Indonesia yang tampil di Piala Tiger 1998 lalu. Saat itu, nama Indonesia juga sempat tercoreng dengan aksi "sepakbola gajah" saat bertemu Thailand di laga pamungkas penyisihan grup. Sama-sama ingin menghindari Vietnam di semifinal, kedua tim pun berusaha mengalah. Duel nyaris berakhir imbang 2-2 sebelum akhirnya Mursyid dengan sengaja menyarangkan bola ke gawang sendiri.
Akibat aksi tersebut, Indonesia diberi hukuman denda sebesar 40 ribu dolar AS oleh FIFA. Skuad Garuda dinilai telah merusak semangat sepakbola. Mursyid sendiri dihukum tak boleh tampil di even internasional seumur hidup. Di tubuh PSSI, Azwar Anas yang menduduki kursi pimpinan mundur dan digantikan oleh Agum Gumelar.
Sama seperti kasus yang menimpanya, Mursyid berharap Komdis berani melakukan penyelidikan. Terutama sejak awal kompetisi Divisi Dtama. Dia merasakan, akibat sanksi yang harus dijalani seumur hidup, ekonomi keluarganya sempat goyah. Dia berharap situasi itu tidak terulang pada pemain atau pelatih PSS dan PSIS.
"Lingkaran itu harus dibongkar demi sepakbola Indonesia lebih baik. Jangan hanya tim, pemain atau pelatih dan manajemen yang diberi sanksi. Hukuman lebih berat harus diberikan kepada aktor utama yang mendorong kasus itu terjadi," katanya.
"Seperti wasit juga memang pelaku, tapi dalam kasus ini, mereka juga jadi korban karena ada tekanan-tekanan dari luar lapangan. Dan itu biasanya bukan dari orang bola tapi bisa juga pemilik klub yang punya pengaruh besar melebihi PSSI,” bebernya.
Mursyid menambahkan, kasus yang menimpa PSS dan PSIS juga tidak berdiri sendiri. Sebaliknya, kejadian itu merupakan buntut dari keinginan kedua tim untuk menghindari Pusamania Borneo FC. "Ini juga harus diselidiki, " beber Mursyid.
Mursyid sendiri mengaku pernah merasakan 'kesaktian' Pusamania Borneo FC, saat menjabat sebagai asisten Freddy Muli yang menangani Persida Sidoarjo di babak penyisihan Divisi Utama. Dia mengakui sulit menaklukkan tim besutan Nus Yadera itu. Tak hanya di Samarinda, di kandang Persida pun Borneo FC sulit dikalahkan.
“Di Samarinda, kami menahan tanpa gol di babak pertama. Tapi di babak kedua terjadi penalti yang kami tidak tahu penyebabnya. Sampai-sampai ada ofisial Persida yang menyebut kentut pun bisa membuat kita terkena penalti,” selorohnya.
Karenanya, Mursyid berharap media yang dinilainya masih terkesan menjurus pada kesalahan PSS Sleman dan PSIS, untuk lebih aktif membongkar pengaturan skor ini. Termasuk mengungkap sutradara yang memaksa kedua tim berani menjalani risiko besar. "Ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya. Memang sulit membuktikan namun banyak tim yang merasakan fakta ini sebelum meledak di laga PSS Vs PSIS.”