Nostalgia Piala AFF: Kebyar Timnas Indonesia Pemersatu Bangsa

Para pemain Timnas Indonesia di Piala AFF 2016
Sumber :
  • Twitter/@pssi__fai

VIVA – Tim nasional (Timnas) Indonesia jadi simbol pemersatu bangsa. Lautan merah putih di stadion dan suporter bergemuruh kala Indonesia Raya dikumandangkan mengiringi kebyar Timnas Indonesia. Fenomena dan memori yang sempat terjadi di ajang sepakbola Asia Tenggara, Piala AFF. 

Desember 2016, Indonesia sedang dilanda dua momen yang mampu menyatukan massa dengan tujuan sama. Pertama, aksi massa 212 yang berkumpul di Monumen Nasional (Monas), sebagai penanda protes atas polemik surat Al-Maidah ayat 51 yang dikutip mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki ‘Ahok' Tjahaja Purnama, saat berbicara kepada warga di Kepulauan Seribu.

Hokky Caraka Masuk Rumah Sakit Usai Timnas Indonesia Dikalahkan Filipina

Momen 2 Desember 2016 itu merupakan bagian puncaknya, setelah beberapa bulan sebelumnya ramai menjadi perbincangan publik menuntut sang gubernur dengan delik penistaan agama. Tagar 212 berseliweran di media sosial hingga akhirnya menjadi populer karena banyak pula dari daerah lain ikut bersuara.

Kumpulan massa lainnya hadir di Stadion Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor, satu hari setelahnya. Dibandingkan dengan aksi massa 212, memang jumlahnya lebih sedikit. Namun, di sana persatuan dalam mendukung Timnas Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2016 amat nyata terlihat.

Jurnalis Italia Bongkar Jay Idzes Diintai Klub Liga Champions, Petinggi Sudah Datang ke Venezia

Kapasitas Stadion Pakansari yang cuma bisa menampung 30.000 penonton dan belum selesai sepenuhnya membuat antrean massa di sekitarnya menjadi padat. Mereka rela datang hanya dengan harapan bisa beruntung mendapatkan tiket, baik yang dijual secara resmi, calo atau nekat melobi aparat keamanan agar bisa diberikan akses masuk ke tribun.

Ketika itu Timnas Indonesia menjamu Vietnam dalam leg 1 semifinal Piala AFF 2016. Tagar 212 pun berganti menjadi 312 di bagian populer media sosial. Ajakan untuk bersatu memberi dukungan kepada Boaz Solossa bergema dari berbagai kalangan, termasuk disampaikan pula oleh beberapa tokoh di Tanah Air.

Gerakan Buzzer Bayaran Incar STY usai Timnas Indonesia Tersingkir di Piala AFF

Pesepakbola Timnas Indonesia Andik Vermansah (tengah) mengumpan bola ke rekannya Irfan Jaya (kanan) saat melewati pesepak bola Timnas Hong Kong Yang Huang (kiri) dalam laga International Friendly Match di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Bekasi, Jawa Bara

Dukungan yang masif tersebut rupanya memberi dampak positif bagi mental pemain Timnas Indonesia. Meski Vietnam lawan yang kuat, namun skuat asuhan Alfred Riedl berhasil memaksa mereka bertekuk lutut dengan skor 2-1. Hansamu Yama Pranata dan Boaz Solossa masing-masing mencetak satu gol ke gawang tim tamu.

Empat hari berselang, giliran Timnas Indonesia yang bertandang ke Vietnam. Seolah tak mau kalah dengan suporter Indonesia, masyarakat Vietnam juga membanjiri My Dinh National Stadium. Mereka berupaya memberi tekanan mental kepada Skuat Garuda, namun tidak berhasil. Karena hasil pertandingan setelah melewati babak perpanjangan waktu adalah 2-2.

Keunggulan agregat 4-3 atas Vietnam membawa Timnas Indonesia yang tak terlalu difavoritkan bisa melaju ke babak akhir alias final. Mereka berhadapan dengan Thailand, yang merupakan tim favorit juara setelah mengalahkan Myanmar di semifinal. 14 Desember 2016, Skuat Garuda mendapat jatah lebih dulu untuk menjadi tuan rumah di leg 1 partai puncak.

Stadion Pakansari kembali penuh dengan suporter yang datang langsung.


Sama seperti sebelumnya, banyak dari mereka datang tanpa memiliki tiket terlebih dulu. Gilanya lagi, ada yang datang dari daerah luar Jabodetabek. Hasilnya memuaskan, karena Timnas Indonesia berhasil memenangkan pertandingan dengan skor 2-1.

Andik Vermansah, winger andalan Timnas Indonesia ketika itu, masih ingat betul betapa dukungan masyarakat benar-benar membuatnya terkesima dan menambah motivasi. Laga pun berlangsung dramatis bagi Andik.

Pertandingan baru berjalan 20 menit, Andik mengerang kesakitan usai berbenturan dengan pemain Thailand dalam momen perebutan bola. Pemain asal Jember, Jawa Timur, itu sempat diberi perawatan oleh tim medis dan dibiarkan bermain kembali. Namun, kondisinya tidak membaik.

Terlihat jelas saat coba berlari, dia sampai terpincang-pincang. Alhasil, Riedl memutuskan untuk menariknya keluar lapangan. Ketika ditandu keluar, Andik terlihat menangis.

"Final itu sangat menyakitkan. Padahal, itu kan saya tunggu-tunggu, apalagi saya ingin menciptakan sejarah dengan juara Piala AFF. Tapi, mau bagaimana lagi, perjuangan saya cuma sampai leg 1. Saya sempat menangis terus," tutur Andik ketika diwawancara VIVA, 5 Agustus 2019.

Cedera yang dialami Andik ramai menjadi pembicaraan publik sepanjang jeda menuju final leg 2 di Rajamangala Stadium, 17 Desember 2019. Banyak yang berharap dia bisa ikut bermain. Akan tetapi, dia harus menerima kenyataan pahit karena vonis tim dokter cedera yang diderita adalah robek bagian ligamen lutut sehingga mengharuskan istirahat selama lima sampai enam pekan.

"Saya sangat senang. Apalagi, banyak artis yang mendukung saya untuk (main) di leg 2. Tapi, akhirnya memang tidak bisa dipaksakan. Itu (dukungan) menjadi kenangan luar biasa. Saya lihat siaran ulang, ketika saya jatuh, seluruh stadion teriak dukung saya. Sampai saya simpan videonya untuk jadi kenangan buat saya," tuturnya.


Tim dari Istana Datang


Sehari jelang Timnas Indonesia melakoni leg 2 final Piala AFF 2016, Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) mengunggah sebuah video melalui Twitter resminya. Meski berdurasi satu menit, namun pesan yang disampaikan begitu kuat maknanya, yakni mementingkan persatuan Indonesia.

Ada cerita menarik di balik pembuatan video tersebut. Meski tersemat logo PSSI di bagian kanan bawahnya, namun yang memproduksinya bukan dari mereka. Tim dari Istana Presiden Republik Indonesia yang datang langsung dan merekam semua adegan.

Hebohnya Suporter Timnas U19

"Saya Andik Vermansah, saya asal lahir di Jember," ujar Andik dalam video. "Hargai pemain, dan kita saling respek. Jaga sopan santun, budaya kita. Itu bisa mempersatukan kita, dari mana pun asalnya. Perbedaan bisa menyatukan kita untuk Indonesia menjadi juara."

"Nama saya Stefano Lilipaly, saya orang Indonesia. Ayah saya dari Ambon, dan ibu saya dari Belanda. Tim kami berasal dari tempat yang berbeda-beda. Tapi, asal-usul kami tidak menjadi penting. Karena misi kami cuma satu, yaitu membanggakan Indonesia," timpal Stefano Lilipaly.

Kepala Biro Pers Istana Presiden RI, Bey Triadi Machmudin, ketika dikonfirmasi hanya menjawab, "Videonya yang mana?". Setelah diberikan tautan dari Twitter, dia tak lagi memberikan balasan hingga tulisan ini ditayangkan.

Meski Bey menggantung, beberapa staf PSSI pernah menceritakan bagaimana tim produksi Istana Presiden RI berupaya keras mengatur jadwal di tengah padatnya persiapan Timnas Indonesia menghadapi pertandingan final leg 2.

Perhatian pemerintah, terutama Presiden RI, Joko Widodo, terhadap perkembangan Timnas Indonesia di Piala AFF 2016 memang besar. Itu terbukti dari janjinya memberi bonus kepada anggota tim jika menjadi juara.

Meski akhirnya Timnas Indonesia dikalahkan Thailand, kemudian Presiden Jokowi tetap memenuhi janji memberi apresiasi. Total bonus senilai Rp5,7 miliar diberikan kepada pemain, pelatih, dan ofisial.

Begitulah cerita sepakbola, menjadi alat pemersatu ketika gejolak politik mencapai tingkat atas. Tujuan yang ingin dicapai Ir Soeratin Sosrosoegondo dan kawan-kawan ketika mendirikan PSSI sebagai identitas bangsa Indonesia pada 19 April 1930. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya