Jeritan Hati Bukayo Saka Usai Dibully, Sampai Ogah Buka Medsos

Manajer Timnas Inggris, Gareth Southgate, sedang menenangkan Bukayo Saka.
Sumber :
  • Independent

VIVA – Gelandang Timnas Inggris, Bukayo Saka, akhirnya buka suara usai menjadi korban rasisme sebagai dampak dari kegagalannya mengeksekusi penalti pada final Euro 2020. Dia mengaku sudah tahu bakal menjadi korban bully akibat gagal membawa The Three Lions juara Euro 2020.

Kompaknya Satu Keluarga di Batu Bara Tidak Patut Dicontoh, Jadi Bandar dan Pengedar Narkoba

Saka menjadi penendang penalti kelima sebagai penentu nasib Timnas Inggris di turnamen tersebut. Sebelumnya, Timnas Italia sudah unggul 3-2.

Sial, arah tembakannya berhasil dibaca Gianluigi Donnarumma yang kemudian menepisnya. Padahal, keberhasilannya bakal memperpanjang napas Inggris.

Loyalitas Saka kepada Timnas Inggris Diragukan, Arteta Kasih Pembelaan

Imbasnya, The Three Lions justru harus melihat Gli Azzurri mengangkat trofi di 'rumahnya' setelah unggul 3-2 usai bermain imbang 1-1 selama 120 menit.

Tak perlu waktu lama, Marcus Rashford, Jadon Sancho, dan Saka langsung menjadi korban rasisme menyusul kegagalan tersebut. Pemain Arsenal itu akhirnya bereaksi dengan mengunggah sebuah pernyataan di akun Instagram pribadinya.

Hati-hati, Modus Baru Judi Online Merasuki Media Sosial

Dia mengaku memang sengaja menghindari media sosial selama beberapa hari usai final demi menghabiskan waktu bersama keluarga. Dia mengaku sangat bahagia bisa terpilih membela Inggris dan membawa The Three Lions menjadi finalis Euro 2020.

"Saya menghindari media sosial selama beberapa hari untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan merefleksikan apa yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir," tulis Saka dikutip The Sun.

"Sebuah kehormatan bisa menjadi bagian dari skuad Timnas Inggris. Mereka semua adalah saudara seumur hidup dan saya bersyukur untuk segala apa yang saya pelajari dari setiap pemain dan staff," lanjut dia.

Tapi, di balik itu Saka juga mengaku kecewa dengan hasil yang didapatkan Inggris. Padahal, dia sudah bermimpi bisa membawa The Three Lions juara di kandang sendiri.

"Membantu tim ini mencapai final pertama dalam 55 tahun, melihat keluarga saya membaur dalam keramaian, mengetahui apa yang mereka berikan untuk menolong saya mencapai sana, sangat berarti segalanya bagi saya," tulis pemain 19 tahun.

"Tak ada kata yang bisa saya sampaikan untuk menggambarkan betapa kecewanya saya dengan hasil itu dan penalti yang saya lakukan. Saya sangat percaya kami bisa memenangkan ini untuk kalian. Saya meminta maaf kalau kami gagal membawanya (trofi juara) pulang untuk kalian di tahun ini," jelasnya.

Tak cuma itu, Saka juga mengaku sudah mengetahui jika dia akan menerima hujatan dan bully akibat kegagalannya tersebut. Namun, dia yakin masih lebih banyak orang yang mendukungnya ketimbang para pembenci yang menyudutkannya di media sosial.

"Untuk platform media sosial Instagram, Twitter, dan Facebook, saya tak ingin ada anak kecil atau orang dewasa yang menerima pesan kebencian seperti yang saya, Marcus, dan Jadon terima di pekan ini."

"Saya langsung tahu jenis hujatan yang akan saya terima dan itu adalah kenyataan yang menyedihkan bahwa platform besar seperti Anda tidak cukup kuat untuk menghentikan pesan-pesan seperti itu. Tak ada tempat bagi rasisme atau kebencian dalam bentuk apa pun di sepakbola atau di masyarakat."

"Dan untuk sebagian besar orang yang bersatu untuk mengajak yang lainnya dengan mengambil tindakan dan melaporkan komentar-komentar ini ke polisi dan mengusir kebencian dengan saling mendukung, kita akan menang."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya