Dream Chasers Dortmund: Mengasah Anak Ajaib di Tengah Cibiran Publik
- Bundesliga.com
VIVA – "Kemampuan Yousuffa, saya bisa membayangkan seperti apa ucapan orang saat menyaksikannya. Dalam realita, kemampuannya sepertu satu atau dua tahun lebih tua dari usianya sekarang. Tapi, kenyataannya dia belum menginjak 17 tahun. Baginya, sangat sulit hidup dalam ucapan macam itu. Tapi, sesungguhnya bocah ini tak melakukan kecurangan sama sekali," kata pelatih Borussia Dortmund U-23, Timo Preus, saat melihat bakat seorang Youssufa Moukoko.
Skandal pencurian umur memang sempat menimpa Moukoko. Bagaimana tidak, di usianya yang masih begitu muda, Moukoko menampilkan performa yang begitu luar biasa.
Kemampuannya layak pemain di usia 18 tahun. Padahal, Moukoko masih 15 tahun.
Memang, Moukoko menjadi salah satu pemain dengan status wonderkid Eropa. Dia digadang-gadang akan menjadi pemain besar dan mulai dilirik untuk masuk ke tim utama Dortmund oleh pelatih Lucien Favre.
Bukti nyata adalah ketika Moukoko diincar oleh Barcelona. Tim pemandu bakat Barca mengendus kemampuan ajaib Moukoko dan memantaunya di laga melawan Bayer Leverkusen.
Para pemandu bakat Barca begitu terpukau dengan kemampuan Moukoko. Di usia yang masih 15 tahun, Moukoko sudah jadi kapten tim Dortmund U-19. Kemudian, dia mencatatkan rekor dengan mencetak 34 gol dari 20 pertandingan. Gila!
Tak hanya klub, apparel olahraga juga mulai menyadari prospek Moukoko dalam segi bisnis. Maka dari itu, salah satu apparel raksasa asal Amerika Serikat, Nike, memberikan megakontrak kepadanya.
Nike mengontrak Moukoko saat usianya masih 14 tahun dengan nilai yang sangat tinggi. Moukoko mendapatkan kontrak sebesar €10 juta atau setara Rp162 miliar. Kontrak ini menjadikan Moukoko jutawan cilik.
Moukoko sejatinya belum berhasil menjelma jadi pemain yang hebat. Tapi, proses yang dijalani Moukoko cukup "nendang".
Itu semua tak terlepas dari gemblengan akademi Dortmund. Memang, Die Borussen memiliki akademi terbaik di Eropa, bahkan dunia.
Beberapa bintang telah mereka lahirkan. Salah satunya adalah Marco Reus, Mario Goetze, hingga bintang-bintang masa kini macam Achraf Hakimi, Jadon Sancho, Dan-Axel Zagadou, dan Jacob Bruun Larsen.
Tapi, Dortmund bukan sekadar melatih mereka secara fisik. Mental pun diuji. Moukoko sudah mengalaminya. Cacian karena tudingan pencurian umur sudah sering diterima pemuda kelahiran Nigeria itu.
Terlahir dari keluarga berdarah Nigeria, wajar sekali jika stereotip itu muncul. Terlebih, wajah Moukoko memang sedikit lebih tua dari anak-anak usianya.
Namun, dia tak mencuri umur sama sekali. Selain harus bertahan dari hantaman tersebut, Moukoko juga wajib menghadapi tekanan tentang harapan yang digantungkan kepadanya.
Chief Youth Departement Dortmund, Lars Ricken, menegaskan, Moukoko tak boleh langsung dipromosikan ke level yang lebih tinggi. "Karena, kami tak mau menguburnya dalam harapan. Dia bisa naik, saat siap," ujar Ricken.
Ya, orang kerap melihat dari hasilnya. Mereka sering lupa akan prosesnya. Moukoko jadi salah satu pemain yang memiliki proses begitu berliku.
Sebagai pemain muda, kesabaran Moukoko dan kawan-kawan diuji. Mereka harus berlatih sejak pagi hari, tepatnya 06.30 waktu setempat. Mereka juga baru mengakhiri kegiatan menempa diri pada malam hari, tepatnya pada 21.30 waktu setempat.
Berbagai tempaan diberikan para pelatih di akademi Dortmund. Sebab, proses memang jadi hal yang penting.
Urusan gagal atau berhasil, itu bergantung pada ketahanan diri dan kemapanan pemainnya. "Sebab, tak semua pemain bisa bersaing di level teratas. Menembus Bundesliga itu sangat berat," ujar pelatih akademi Dortmund.
Perjuangan Moukoko dan kawan-kawan bisa disaksikan lewat tayangan original Mola TV, Dream Chasers Dortmund. Lewat paket Corona Care, Anda juga bisa menyaksikan perjuangan mereka agar diterapkan ke kehidupan anak-anak di masa depan. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dan berguna bagi sepakbola nasional.