Timnas AS Juara Piala Dunia Wanita, Sentilan untuk Donald Trump
- twitter.com/USWNT
VIVA – Timnas Amerika Serikat berhasil menjadi juara Piala Dunia Wanita 2019 usai menang 2-0 Belanda pada babak final yang berlangsung di Stadion Groumpama, Lyon, Prancis, Minggu 7 Juli 2019 malam WIB. Ini menjadi gelar keempat Timnas AS selama gelaran bergengsi bergulir pada 1991.
Kemenangan ini mendapat respons dari Presiden AS, Donald Trump. Melalui Twitter, dia menyampaikan ucapan selamat dan memberi apresiasi karena skuat besutan Jill Ellis mampu bermain baik sekaligus menghibur selama Piala Dunia Wanita 2019 berlangsung.
"Selamat untuk tim sepakbola wanita AS telah memenangkan Piala Dunia. Luar biasa dan bermain menghibur. AS sangat bangga dengan kalian semua," tulis Trump melalui Twitter pribadinya.
Ucapan selamat dari Trump rupanya kembali memantik kontroversi di Negeri Paman Sam. Sebabnya, Presiden ke-45 AS itu sudah lekat dengan cap diskriminasi. Beberapa kebijakannya terkait imigran dan LGBT kerap menjadi sorotan.
Terkait LGBT misalnya, Trump memilih Wakil Presiden, Mike Pence yang kontra terhadap LGBT. Tak cuma itu, dia juga memilih calon-calon hakim Mahkamah Agung yang menentang kesetaraan dalam perkawinan.
Pemain andalan Timnas AS, Megan Rapinoe dalam sebuah wawancara dengan majalah Eight by Eight, 25 Juni 2019, tanpa sungkan menunjukkan ketidaksukaan terhadap Trump. Dia berbicara keras tanpa harus menanti pertanyaan dari jurnalis yang mewawancarinya diselesaikan.
"Saya tidak akan pergi ke Gedung Putih. Tidak. Saya tidak akan pergi ke sana," tutur Megan.
Pernyataan Megan itu merujuk kepada kebiasaan tim olahraga, bukan cuma sepakbola yang akan dijamu Presiden AS di Gedung Putih begitu menjadi juara. Akan tetapi, perempuan berusia 34 tahun itu tak ingin ke sana merayakan kesuksesan karena tak percaya dengan Trump.
"Kami tidak akan diundang juga. Saya meragukan hal itu," imbuhnya.
Bagi publik AS, nama Megan bersanding sejajar dengan Alex Morgan. Keduanya tampil mengesankan untuk Timnas AS selama Piala Dunia Wanita 2019 dengan masing-masing menyumbangkan enam gol.
Megan pula yang menjadi salah satu penentu kemenangan Timnas AS atas Belanda di babak final. Dia mencetak satu gol melalui titik putih pada menit 61. Selang tujuh menit kemudian, Rose Lavelle menggandakan keunggulan.
Megan Vs Trump Berlanjut
Megan merupakan sosok pesepakbola wanita yang tidak takut untuk menunjukkan pandangan politiknya, sekalipun harus bertentangan dengan Presiden. Saat diwawancara Guardian pekan lalu, dia bahkan kembali menyindir Trump yang kerap diserang karena tidak pernah jelas sikapnya terhadap LGBT.
"Anda tidak dapat memenangkan kejuaraan tanpa ada LGBT di tim Anda. Ini belum pernah dilakukan sebelumnya," tutur Megan.
Trump yang memang memiliki sikap impulsif dalam menanggapi sebuah isu memberi balasan di Twitter. Dia justru menyerang balik Megan dengan membentuk persepsi tidak memiliki rasa nasionalisme.
"Megan harus menang lebih dahulu sebelum dia bicara. Selesaikan tugas! Megan seharusnya tidak pernah melakukan sikap tidak hormat kepada negara kita, Gedung Putih, dan bendera negara, terutama setelah banyak yang diberikan kepada dia dan tim," ujar Trump.
Patriotisme menjadi senjata Trump untuk menyerang balik Megan. Tapi dia lupa, mengapa ada perlawanan keras seperti itu. Mengutip CNN, dalam beberapa tahun terakhir, atlet perempuan di AS menyuarakan kesetaraan dengan laki-laki.
Khususnya dalam sepakbola, para pemain yang aktif menempuh jalur hukum dengan melayangkan class action melawan Federasi Sepakbola AS (USSF) terkait kesetaraan. Dalam dokumen tuntutan, disebutkan jika organisasi itu masih sering menerapkan kebijakan yang berat sebelah.
Juru bicara Timnas Wanita AS, Molly Levinson mengatakan tuntutan mereka ini salah satunya adalah perihal gaji. Mereka merasa ada ketimpangan dalam urusan pendapatan antara pesepakbola wanita dan laki-laki.
"Sekarang ini AS memiliki kebanggaan luar biasa, tetapi di saat bersamaan ada kesedihannya yang sebabnya nampak jelas, tentu orang AS sudah tidak bisa menahannya lagi," tutur Molly.
"Para atlet wanita ini menghasilkan lebih banyak pendapatan dan peringkat di televisi, tetapi dibayar sedikit hanya karena mereka adalah wanita. Sudah saatnya USSF memperbaiki kesenjangan ini untuk selamanya," imbuhnya.
Menanggapi persoalan kesetaraan gaji ini, Trump memilih dalam posisi yang berlawanan dengan Megan dan kawan-kawan. Menurut dia, jika ingin ada persamaan, para pesepakbola wanita harus lebih dahulu membuktikan kelayakan.
"Saya ingin melihatnya, tetapi kamu juga harus biasa melihat angka. Anda harus melihat sepanjang tahun, berapa kehadiran (penonton) untuk sepakbola wanita di luar Piala Dunia. Saya ingin melihat itu," kata Trump.
Pesta kemenangan Timnas AS kali ini memiliki warna yang berbeda. Di tengah perjuangan menuntut kesetaraan, Megan dan kawan-kawan justru membuktikan diri bisa meraih hasil maksimal.