Sergio Ramos Itu Bek Penganut Teori Machiavelli

Insiden antara Mohamed Salah dan Sergio Ramos
Sumber :
  • REUTERS/Gleb Garanich

VIVA – Dalam beberapa hari belakangan, nama bek real Madrid, Sergio Ramos, jadi tajuk utama di berbagai media Eropa bahkan dunia. Ramos menjadi sorotan setelah aksi kotornya di final Liga Champions melawan Liverpool, Sabtu 26 Mei 2018 atau Minggu dini hari WIB.

Terbongkar, Ternyata Ini yang Bikin Kylian Mbappe Mengganas di Real Madrid

Aksi Ramos yang paling disorot ketika melepaskan bantingan ala mixed martial arts yang membuat winger Liverpool, Mohamed Salah, cedera parah. Setelah mencederai Salah, akun instagram dan media sosial Ramos lainnya banjir hujatan dari warganet.

Insiden antara Mohamed Salah dan Sergio Ramos

Legenda Liverpool Dukung Trent-Alexander Arnold Pindah ke Real Madrid

Bukan hanya bikin Salah cedera. Ramos masih punya dosa lainnya.

Di babak kedua, Ramos sempat menyikut wajah kiper Liverpool, Loris Karius. Lalu, saat berebut bola dengan Sadio Mane, aksi teatrikal sempat dilakukan olehnya.

Diincar Barcelona, Pemain Ini Malah Ingin Gabung Real Madrid

Apakah tindakan-tindakan Ramos, khususnya mencederai Salah itu bisa dikatakan aksi kriminal di sepakbola?

Mari kita runut dan analisis lebih jauh lagi. Pertama, apa posisi Ramos? Seorang bek tengah, bukan?

Tugas utama bek tengah itu apa? Mengawal pertahanan dan menjadi tameng dari kiper di lini belakang.

Seorang bek tengah bisa dikatakan berhasil dalam bekerja jika mampu membuat striker atau pemain lawan di posisi lainnya kesulitan bahkan tak bisa membongkar pertahanan mereka.

Memang, dalam regulasi dan berbagai perangkat aturan lain, diatur dengan jelas apa saja tindakan yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.

Namun, tak ada satu pun peraturan tertulis terkait harus apa bek saat ada di atas lapangan. Semua tergantung instruksi pelatih. Terkait caranya, tak ada patokan pasti mereka harus apa.

Artinya, segala macam cara bisa dilakukan. Mau pelanggaran atau tidak, yang penting pertahanan aman. Benar kan?

Fenomena ini sebenarnya sudah lumrah jika kita melihat seperti apa cara main bek-bek Italia. Gaya main bek Italia dikenal sangat kotor. Dan itu diakui oleh elemen sepakbola dunia.

Dalam sebuah artikel yang ditulis Rob Bagchi di The Guardian edisi 4 Juni 2008, ada sebuah kalimat yang mengesahkan bahwa memang bek Italia itu 'kotor'.

Mereka dikenal sebagai master dari permainan psikologis karena metodenya menghentikan permainan. Prinsipnya cuma satu, "Masa bodoh mau pelanggaran atau tidak, yang penting serangan lawan terhenti." Selanjutnya adalah mereka memainkan psikologis lawannya.

Memancing emosi, sehingga fokus sang lawan terpecah dan hanya terkonsentrasi pada apa yang mau dilakukan mereka.

Lihat saja ketika Italia sedang demam skema Catenaccio. Banyak trik kotor yang pernah dimainkan oleh bek-bek Italia.

Mantan kapten Arsenal, Frank McLintock, menyatakan pada awal 1960an, dia sempat memperkuat Skotlandia saat menghadapi Italia di laga uji coba. Apa yang diterima McLintock?

"Sebelum laga, kami dengar banyak cerita horor terkait cara main mereka. Mulai dari meremas kemaluan, mencolok punggung dengan jari, dan lainnya. Yang pernah saya lihat hanya mencubit, jambak, gigit, dan menabrak lawan-lawannya," terang McLintock, dilansir Guardian.

Sejarawan sepakbola, John Foot, dalam bukunya berjudul Calcio: A History of Italian Football (2010), menyatakan bahwa pelanggaran memang sudah jadi jalan hidup bek Italia. "Aksi brutal mereka padukan dengan taktik," begitu tulisan John Foot.

Beberapa bek Italia memang sangat fasih memainkan peran ini. Lihat saja Claudio Gentile, Alessandro Nesta, hingga Marco Materrazzi. Tak bisa dipungkiri, inilah master dari trik kotor bek-bek dunia.

Marco Materazzi.

Nah, karakter Ramos sebenarnya mirip mereka. Di Madrid, Ramos bukan cuma berperan sebagai bek tengah dan kapten. Dia juga punya tugas sebagai manipulator pikiran lawan. Coba, lihat saja aksinya saat Madrid melakoni partai-partai krusial, termasuk final lawan Liverpool, akhir pekan lalu.

Tapi, masa bodoh apa yang mau dikatakan para pendukung Liverpool atau pihak lain yang mau Madrid kalah. Terpenting bagi Ramos, tugas sudah dipenuhi olehnya dan Madrid jadi juara. Cukup sampai di situ.

Bisa dikatakan, sosok Ramos merupakan cerminan dari pemain yang menganut filosofi Machiavelli, di mana mereka mau mengambil risiko apa pun agar bisa menang dalam sebuah pertandingan.

Andai bek Portugal, Pepe, masih ada, mungkin Ramos akan terhindar dari sorot media. Sebab, sosok Pepe lebih ganas ketimbang Ramos.

Pepe lebih kasar dan ganas dalam berduel dengan lawan-lawannya. Berbagai kasus indisipliner pun sempat membelit Pepe. Mulai dari tendang pemain, hingga injak tangan lawannya.

Jadi, masih mau menyalahkan Ramos? Coba, Anda yang main sebagai bek, pasti paham pikiran Ramos. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya