Bertahun-tahun, Sepakbola Indonesia Tanpa Identitas?
- VIVA/Lucky Aditya (3-12-17)
VIVA – Spanyol punya tiki-taka, Inggris punya kick and rush, sedangkan Brasil punya Samba. Tiga negara di atas mempunyai filosofi sepak bola tersohor di dunia. Bagaimana dengan Indonesia, negara yang penduduknya menggilai sepak bola? Indonesia malah seolah kehilangan identitas selama bertahun-tahun.
"Kita sekarang mempunyai kurikulum sepak bola, berisi cara bermain yang paling cocok untuk pembinaan usia muda. Kita ke Malang sosialisasi bagaimana cara bermain, terutama untuk usia muda bagaimana menyerang bagaimana bertahan, bagaimana melakukan transisi," kata Direktur Teknik PSSI, Danurwindo, Minggu, 3 Desember 2017.
Danurwindo mengatakan, saat ini PSSI gencar melakukan sosialisasi ke seluruh penjuru Indonesia. Setiap sosialisasi PSSI juga melakukan coaching clinic. Materi yang diberikan tertuang dalam kurikulum Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia).
"Bukan tiki-taka atau kick and rush. Filosofi sepak bola Indonesia harus dipertimbangkan dengan kelebihan pemain-pemain Indonesia. Mulai dari kelincahan, bagus satu lawan satu, kultur sosial dan geografi dan juga perkembangan sepak bola pada saat ini," papar Danurwindo.
Danurwindo menyebut, Filanesia berisi cara bermain sepakbola Indonesia. Dalam menyerang pemain dituntut bermain proaktif bermain untuk menyerang. Bermain menyerang secara konstruktif.
"Kita harus mulai dari usia dini bagaimana menyerang dari belakang, ke tengah, penetrasi dan ke depan. Saat bertahan kita harus proaktif bergerak cepat merebut bola secepat mungkin dengan melakukan pressing," ucap Danurwindo.
Pemain belakang Indonesia diharapkan melakukan pressing yang tepat saat bertahan. Memiliki perhitungan yang matang, saat pressing di depan, pressing di tengah dan kapan bertahan. Semua filosofi dapat dipelajari di buku kurikulum sepakbola ala Indonesia.
"Juga ada transisi dari menyerang ke bertahan, didesain dalam teori dan bentuk latihan. Filosofinya kita beri nama filanesia. Artinya menyerang dari belakang, mengandalkan kecepatan dan kelincahan pemain," kata Danurwindo.
Dalam ajang Piala Soeratin 2017, Oktober lalu puluhan pelatih dari 34 provinsi di Indonesia mendapat buku kurikulum dan latihan praktik sepak bola sesuai filanesia. Danurwindo membenarkan selama puluhan tahun Indonesia tidak memiliki identitas sepak bola.
"Betul, selama ini kita tidak punya panduan, sekarang kita punya panduan cara bermain untuk pemain usia muda," ujar Danurwindo.
"Boleh bermain cepat ala Papua atau ala Medan tapi cara bermain adalah membangun serangan dari bawah. Kontrol di tengah, penetrasi ke depan, kita boleh bermain dengan gaya daerah masing-masing tapi harus menyerang dari bawah, kontrol di tengah dan penetrasi di depan." (mus)