Saatnya Jadi Agen Asuransi

Rubrik Konsultasi Asuransi ini diasuh oleh Eddy KA Berutu, pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan.

Pembaca dapat mengirimkan pertanyaan atau berkonsultasi seputar masalah asuransi. Pertanyaan dapat dikirim lewat email ke redaksi@vivanews.com, surat dialamatkan ke redaksi VIVAnews, Menara Standard Chartered Lt. 31, Jalan Prof. Dr. Satrio No. 164, Casablanca, Jakarta atau Fax. 62-21 2553 2563.

Strategi BTN Cetak SDM hingga Pemimpin Berkualitas


SETIAP tahun, berbagai Perguruan Tinggi terus melahirkan wisudawan baru. Pascawisuda, mereka beratribut sebagai angkatan kerja baru dan bersiap untuk memperebutkan berbagai posisi pekerjaan di beragam perusahaan. 
Ekspektasi mereka adalah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang pendidikan dan kompensasi penghasilannya pun memadai. Faktanya, kompetisi yang sengit untuk mendapatkan pekerjaan impian selalu dialami oleh setiap angkatan kerja baru. 

Sebagai salah satu entitas bisnis yang terus bertumbuh dari waktu ke waktu, industri asuransi membutuhkan pasokan tenaga kerja profesional untuk berbagai kebutuhan. Secara administratif, perusahaan asuransi jiwa membutuhkan tenaga-tenaga kerja profesional untuk mendukung sistem operasional di back office. Di lini depan, industri asuransi jiwa juga membutuhkan pasokan tenaga kerja beratribut ‘darah segar’ untuk berposisi sebagai agen-agen asuransi profesional.

Pilihan Profesi 
Saat ini, beragam kalangan yang berprofesi sebagai agen asuransi jiwa di Indonesia baru mencapai 150 ribu orang. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk (220 juta jiwa), jumlah itu masih terlalu kecil untuk bisa meng-cover potensi pasar produk asuransi jiwa di Indonesia.

Konkretnya, seorang agen harus mengakomodasi paling tidak 1.480 orang. Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki 78 ribu agen asuransi jiwa dari total penduduk yang berjumlah 26 juta jiwa (1:330).

Dalam rangka menggalakkan kesadaran berasuransi dan menggeliatkan pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia, kalangan industri dan asosiasi mentargetkan pertambahan jumlah agen asuransi sebanyak 500 ribu orang pada 2010. Pertambahan kuantitatif ini sudah tentu harus dibarengi dengan peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat. 

Kondisi ini merupakan peluang yang besar bagi angkatan kerja baru untuk menekuni profesi sebagai agen asuransi jiwa. Beberapa kali perhelatan Top Agent Award yang diselenggarakan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) memunculkan impresi positif bahwa agen asuransi merupakan profesi yang bisa menjadi pilihan prospektif bagi kalangan profesional muda. Sedikitnya ada tiga alasan utama yang melandasi asumsi tersebut.

Pertama, kesadaran masyarakat tentang pentingnya berasuransi mulai menunjukkan peningkatan. Mereka mulai menyadari pentingnya memproteksi diri dan keluarga terhadap berbagai kebutuhan keuangan di masa datang atau kejadian/hal tak terduga melalui pembelian berbagai produk asuransi.

Dengan cara itu, mereka bisa terhindar dari pengeluaran biaya besar untuk menyekolahkan anak di berbagai jenjang pendidikan, munculnya biaya tinggi bila terjadi sakit atau penyakit yang kronis, serta antisipasi terhadap berbagai kejadian lain. Kondisi ini merupakan atmosfer yang positif bagi agen asuransi untuk bisa memprospek, mengkonsultasi, dan menutup penjualan dengan para calon nasabah/pemegang polis.  

Kedua, beragam kejadian tak terduga/kemalangan acap kali terjadi di tanah air. Bencana alam, musibah gempa, kecelakaan, dan munculnya wabah penyakit menjadi stimulans tersendiri bagi masyarakat untuk sesegera mungkin memproteksi diri dengan produk asuransi jiwa. Ini merupakan saat yang tepat bagi agen asuransi untuk mendedikasikan fungsinya sebagai konsultan bagi masyarakat guna mendapatkan produk asuransi jiwa yang sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Ketiga, selain produk asuransi jiwa yang di dalamnya mengandung unsur proteksi bagi para nasabah, kini industri asuransi jiwa juga menawarkan berbagai produk asuransi jiwa yang mengandung unsur investasi, misalnya unit-link. Inovasi produk ini mendapatkan sambutan cukup intens dari masyarakat. Antusiasme tersebut seyogyanya disikapi sebagai peluang yang baik bagi para agen untuk melakukan penetrasi produk asuransi. 

Secara filosofis, para agen tidak sekadar bertugas untuk menutup penjualan para pemegang polis. Lebih dari itu, mereka memposisikan diri sebagai konsultan keuangan jangka panjang bagi para nasabah. Ketika polis asuransi yang dibeli nasabah sudah terbit, bukan berarti tugas agen selesai.

Mulai saat itu, mereka memiliki tugas untuk mengkonsultasi dan membina hubungan yang baik dengan para nasabah. Para agen merasa puas bila nasabah terlayani dengan baik dan mereka mendapatkan proteksi sesuai dengan skema yang diperjanjikan. Momentum ini menjadikan kepercayaan masyarakat kepada agen asuransi mengalami peningkatan. 

Beragam kondusivitas dan implikasi dari terbuka luasnya pasar asuransi sudah tentu mendatangkan kompensasi finansial bagi para agen asuransi yang berhasil mendapatkan nasabah. Kuncinya, semakin intens para agen memperlengkapi diri dengan skill dan knowledge tentang pemasaran asuransi, teknik penjualan, dan kode etik pelayanan nasabah, peluang untuk mendapatkan nasabah pun semakin besar. Tentunya, para agen asuransi harus gigih dalam bekerja dan menjadi konsultan yang baik bagi para calon nasabah.  

Inilah saat yang tepat bagi angkatan kerja baru untuk menentukan pilihan profesi yang berkualitas. Manakala angkatan kerja terus bertambah dari waktu ke waktu, sektor asuransi jiwa pun membutuhkan ratusan ribu tenaga kerja berkualitas untuk berprofesi sebagai agen asuransi yang profesional. Esensinya, profesi sebagai agen asuransi jiwa bisa menjadi pilihan prospektif bagi angkatan kerja baru. Industri asuransi pun mulai menunjukkan perannya sebagai penyedia lapangan kerja yang berkualitas.