Makna Ketan Uli di Masyarakat Betawi
Dalam kehidupan masyarakat Betawi dikenal berbagai macam makanan dan minuman khas. Salah satunya ketan uli. Namun, makanan yang tersaji saat perayaan keagamaan seperti Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha ini, ternyata memiliki makna tersendiri.
Ya, ketan uli memang merupakan satu dari sekian banyak panganan khas Betawi yang masih terlestari. Pembuatan ketan uli memiliki makna mendalam dalam kebudayaan masyarakat Betawi, yaitu sebagai simbol kekeluargaan atau silaturahmi yang terjalin antar keluarga.
Hal ini ditunjukan dengan pembagian tugas antara wanita dan pria dalam proses pembuatannya. Biasanya ketan uli dibuat mengiringi pemotongan kerbau andilan yang kerap dilakukan masyarakat Betawi tempo dulu, sebagai tradisi menjelang Lebaran.
Selain ketan uli, masih ada beberapa makanan pengiring lainnya seperti kue geplak, wajik, kue lapis pepe dan dodol yang keberadaannya mulai hilang.
Mungkin tak banyak yang tahu, ternyata pembuatan ketan uli mengandung sebuah arti. "Biasanya kaum pria yang menumbuk ketan, sedangkan para wanita kebagian tugas memasak atau membuat ketan ulinya. Pembagian tugas itu ada maknanya, termasuk sebagai simbol kebersamaan bagi masyarakat Betawi," kata Alim Molana, salah seorang tokoh masyarakat Warungbuncit, Jakarta Selatan seperti dikutip situs Pemerintah DKI, Minggu, 6 Desemeber 2009.
Proses pembuatan ketan uli, menurut Alim, gampang-gampang susah. Yang terpenting adalah menjaga kebersihan bahan, dan tempat penyimpanannya.
"Tapi banyak yang mempercayai kalau pembuatan ketan uli ini mengandung mistis. Sebab, jika melanggar pantangan, hasilnya pasti gagal total," jelas Alim.
Bahan pembuatan ketan Uli adalah tape ketan, ragi tape, beras ketan putih, kelapa parut segar dan garam. Proses pembuatannya pun sedikit ribet. Awalnya, beras ketan dicuci hingga bersih, kemudian direndam dalam air bersih selama 2 sampai 6 jam, dan dimasak hingga matang.
Setelah itu, pindahkan ketan selagi panas dalam wadah dan taburi kelapa, garam, aduk hingga rata.
Proses lain yang harus dilakukan yaitu, menumbuk beras ketan selagi panas hingga ketan terlihat agak halus. Jika menginginkan ketan uli yang lembut, lanjutkan penumbukannya hingga sangat halus.
Sementara itu, siapkan bungkus berupa daun pisang, kemudian dibungkus dan dipotong beberapa bagian. Biarkan ketan uli itu hingga dingin dan siap disantap.
Diakui Alim, ketan uli disajikan sebagai simbol kesederhanaan. "Tak hanya kesederhanaan, makna religi pun begitu kental dalam setiap hidangan atau sajian ketan uli," ungkap Alim.
Selain di Jakarta, ketan Uli juga banyak digunakan sebagai pelengkap prosesi sakral pada tradisi Jawa di Yogjakarta dan Surakarta. Bahkan, setiap perayaan Maulid Nabi atau tradisi 1 Muharam yang menampilkan gerebek gulungan, ketan uli selalu dihadirkan bersama tapai ketan, madu mongso, jajanan pasar lainnya, serta hasil bumi yang mengibaratkan kekayaan alam sebagai anugerah yang maha kuasa.