Sarang Laba-laba Bisa Go International
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA – Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), yang juga ahli struktur dan tanah, Prof. Dr. Ir. Herman Wahyudi, DEA mengatakan, konstruksi sarang laba-laba memiliki peluang besar untuk go international, mengingat berbagai keunggulan yang dimilikinya.
"Hasil inovasi anak bangsa ini sudah dipergunakan IDB (Islamic Development Bank) untuk berbagai bangunan di Indonesia. Seharusnya dapat menjadi jembatan, agar konstruksi ini dapat dipakai di luar negeri," kata Herman, seperti dikutip dari keterangannya, Kamis 4 Januari 2018.
Konstruksi sarang laba-laba seperti halnya konstruksi cakar ayam hasil pemikiran Prof. Dr. Ir. Sedijatmo, yang sudah lebih dahulu mendunia, juga memiliki peluang yang sama. Sebab, sama-sama memiliki keunggulan teknis.
Herman mengatakan, bukan hal yang mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari lembaga keuangan internasional seperti IDB, yang menggunakan konstruksi sarang laba-laba untuk beberapa bangunan, seperti di Universitas Negeri Padang Sumatera Barat.
Dia menambahkan, konstruksi sarang laba-laba sudah teruji untuk daerah-daerah rawan gempa seperti di Provinsi Aceh dan Sumatera Barat, juga sudah banyak dipergunakan di tanah-tanah ekstrem dengan biaya ekonomis.
Teknologi ini juga sudah teruji lebih ramah lingkungan tidak menimbulkan polusi suara (bising), sehingga banyak digunakan untuk perluasan bangunan rumah sakit, atau lokasi yang padat penduduknya.
Bahkan, dari segi kekuatannya konstruksi ini juga tidak diragukan lagi, karena sudah diaplikasikan untuk apron dan taxiway bandar udara, serta untuk jalan-jalan di daerah pertambangan yang banyak dilewati kendaraan berat.
"Karena kekuatannya, sehingga konstruksi ini sangat minim perawatan, jadi lebih ekonomis. Hal ini yang sebenarnya menjadi nilai jual untuk pengaplikasian teknologi ini di luar negeri," kata Herman.
Herman mengatakan, banyak negara-negara di luar negeri yang membutuhkan bangunan tahan gempa, jalan yang tidak mudah rusak, karena kondisi tanahnya yang ekstrem, atau proyek infrastruktur lainnya yang sebenarnya konstruksi sarang laba-laba dapat masuk.
Menurutnya, PT Katama Suryabumi selaku pemegang paten konstruksi sarang laba-laba dapat mulai menggandeng perguruan tinggi di luar negeri, agar konstruksi ini dapat diteliti, sehingga dapat direkomendasikan untuk pasar internasional.
Herman menilai, langkah yang diambil PT Katama Suryabumi dengan menggandeng Universite de Technologie de Compiegne (UTC) Perancis, merupakan langkah tepat agar konstruksi ini dapat diadopsi di luar negeri.
"Kalau saya buka saja hitung-hitungannya kepada perguruan tinggi yang ingin berkerja sama, karena dari situlah peluang pasar di luar negeri akan terbuka. Mereka akan lebih yakin, kalau rekomendasi perguruan tinggi menyebutkan konstruksi ini memang tepat untuk diaplikasikan," kata Herman.
Herman menambahkan, banyak negara-negara di Timur Tengah yang berada di daerah gempa. Tentunya, kehadiran konstruksi sarang laba-laba dapat menjadi solusi untuk bangunan yang lebih aman untuk berbagai aktivitas maupun tempat tinggal.
Dia mengatakan, kondisi tanah yang berbeda dengan Indonesia juga bukan rintangan, karena konstruksi temuan Sutjiptjo ini telah teruji dengan berbagai kondisi tanah, sebelum dibangun pondasi. Tentunya, ada perkuatan-perkuatan tanah terlebih dahulu, semua itu ada hitungan teknisnya dan dapat dipelajari.
"Saya yakin, dalam waktu yang tidak terlalu lama konstruksi sarang laba-laba akan banyak digunakan di luar negeri, karena berbagai keunggulannya," kata Herman optimis.