Badan Pangan Dunia Andalkan Sagu Sulawesi Tenggara
- VIVA/Kamarudin Egi
VIVA – Sagu tak lagi dikenal sebagai bahan baku makanan tradisional di Sulawesi, Maluku, dan Papua. Tepung atau olahan yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia itu dilirik oleh Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) sebagai bahan makanan penopang pangan dunia.
FAO telah menetapkan sagu asal Sulawesi Tenggara sebagai salah satu sumber pangan untuk penduduk dunia. FAO dan pemerintah Indonesia membentuk kampung sagu di Desa Labela, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe. Empat ratus kilogram tepung sagu dihasilkan dari kampung itu.
“Hadirnya sagu sebagai pangan diharapkan mengurangi ketergantungan atas sumber karbohidrat yang umumnya ada ubi, beras, dan jagung. Tepung tanaman sagu ini juga memiliki nilai ekonomi yang penting,” kata Aswan Zanynu, konsultan komunikasi FAO Indonesia Program Sagu, kepada VIVA di Kendari pada Selasa, 19 Desember 2017.
FOTO: Proses pembuatan sagu di Desa Labela, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, Sulawesi Utara. (VIVA/Kamarudin Egi)
FAO menemukan data bahwa satu dari sembilan orang di dunia tidak memiliki cukup pangan untuk dikonsumsi. Kekurangan gizi masih menjadi tantangan serius untuk menjamin pembangunan manusia.
Menurut data FAO, terdapat sedikitnya 520 juta penduduk Asia yang kekurangan gizi, dan 20 juta di antaranya berada di Indonesia. Jumlah anak yang rawan gizi juga masih tinggi di Indonesia. "Sehingga sagu bisa menjadi keanekaragaman pangan yang bisa dikonsumsi,” ujarnya.
Sulawesi Tenggara adalah provinsi penghasil sagu terbesar setelah Papua dengan luas lahan mencapai empat ribu hektare. Kelebihan yang dimiliki Sulawesi Tenggara itu potensial untuk dimanfaatkan juga sebagai promosi kuliner lokal.
“Saya berharap pusat pemrosesan sagu yang terintegrasi akan meningkatkan nilai sagu menjadi produk yang diminati pasar global sekaligus memperbaiki kesejahteraan penduduk Besulutu dan Konawe,” kata M Akbar, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Konawe.