Indef: Target Pertumbuhan Meleset karena Daya Beli Turun

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber :

VIVA – Badan Pusat Statistik melaporkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal III-2017 berada pada angka 5,06 persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak kuartal I hingga kuartal III sebesar 5,03 persen.

BCA Tunggu Arah Kebijakan Kredit Pemerintahan Prabowo, Daya Beli Jadi Penentu

Peneliti pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai, angka ini memang rendah sekali dibandingkan dengan target pemerintah pada kuartal III bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,2 persen.

"Hasil pertumbuhan kuartal III memang di bawah ekspektasi. Penyebab utamanya daya beli masyarakat terus menurun. Belanja pemerintah realisasinya rendah dan sektor industri tumbuh terbatas," kata Bhima kepada VIVA pada Senin, 6 November 2017.

Analis Optimistis Daya Beli Masyarakat Domestik Membaik, BI Rate dan Ekonomi Global Jadi Penentu

Menurut Bima, belanja pemerintah yang diharapkan bisa menggerakkan konsumsi rumah tangga ternyata hanya tumbuh 3,46 persen year on year (yoy). Sementara itu, konsumsi rumah tangga mengalami stagnasi 4,93 persen.

"Hal tersebut mencerminkan pelemahan daya beli, khususnya masyarakat menengah ke bawah. Porsi konsumsi rumah tangga terhadap PDB juga menurun menjadi 55,6 persen," katanya.

BI: Surplus Neraca Perdagangan Topang Ketahanan Eksternal Perekonomian

Motor pendorong yang berasal dari ekspor memang tumbuh hingga 17,2 persen (yoy), tapi impor juga naik signifikan menjadi 15,09 persen (yoy). Menurut Bhima, itu membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi kualitasnya berkurang. "Harusnya ekspor naik di sisi yang lain impornya rendah," ujarnya.

Satu-satunya harapan adalah investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang naik 7,11 persen (yoy). Harapannya investasi langsung masih bisa bertahan tumbuh 7 persen hingga akhir tahun.

"Melihat kondisi tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 adalah 5,05 persen atau di bawah ekspektasi sebelumnya yang bisa tumbuh 5,2 persen," katanya.

Deindustrialisasi

Dia menambahkan, problem lain yang harus dicermati adalah kinerja sektor industri pengolahan. meski tumbuh 4,84 persen di kuartal III atau lebih tinggi dari kuartal II sebesar 3,54 persen. Namun porsinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini di bawah 20 persen.

"Hal ini mengindikasikan proses deindustrialisasi terus berlangsung. Kalau dibiarkan maka penciptaan lapangan kerja, penerimaan pajak dan kualitas pemerataan pertumbuhan menjadi tergerus," ujarnya.

Ilustrasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Ekonom Ingatkan Dampak PPN Naik Jadi 12 Persen Turunkan Daya Beli Masyarakat

Pakar ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti kepada Pemerintah soal dampak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

img_title
VIVA.co.id
20 November 2024