LPS Butuh Masukan Bank untuk Tentukan Premi Baru

(tengah) Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Romys Binekasri

VIVA.co.id - Kementerian Keuangan bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengkaji besaran premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan (PRP). Berdasarkan Undang-Undang, Kemenkeu yang menentukan besaran premi itu. LPS juga belum bisa menyebutkan metode penghitungan seperti apa yang akan diterapkan pada iuran premi baru.

Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), khususnya sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf C dan ayat (2) UU PPKSK, salah satu sumber pendanaan program restrukturisasi perbankan berasal dari kontribusi industri perbankan.

Kontribusi itu adalah bagian dari premi penjaminan (UU LPS) yang penetapannya sebelum program restrukturisasi perbankan diselenggarakan. Besaran bagian premi untuk pendanaan program restrukturisasi perbankan yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah itu ditetapkan pada April 2017, setelah peraturan pemerintah itu dikeluarkan.

Hingga kini belum dipastikan premi tambahan bakal dikecualikan dari premi reguler atau tidak. LPS terus mengkaji guna memutuskan akankah premi tambahan yang kelak dikenakan dikecualikan dari premi reguler atau tidak. Saat ini, industri perbankan dipungut premi reguler dua kali dalam setahun yang setiap semesternya sebesar 0,1 persen sehingga dalam satu tahun atau dua semester sebesar 0,2 persen.

"PRP itu tambahan dari premi exsisting LPS yang 0,2 persen. Pertanyaannya, rate berapa dan apakah ada grace period-nya (jeda waktu) beberapa tahun setelah ditetapkan, itu masih didiskusikan," kata Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan, di Jakarta pada Jumat, 3 Februari 2017.

Di sisi lain, Fauzi juga menjelaskan, dalam menentukan besaran iuran premi baru itu, LPS dan pemerintah juga mengajak diskusi pelaku industri perbankan.

Dalam diskusi itu, tentu akan banyak masukan-masukan dari LPS, Pemerintah maupun industri terkait dengan besaran iuran premi restrukturisasi. Dengan begitu, regulator dan pemerintah bisa menetapkan besaran iuran premi PRP yang tentunya diharapkan tidak membebani perbankannya.

"Tentu akan keberatan kalau terlalu besar, tapi yang menentukan pemerintah. Maka dari itu kita butuh masukan dari stakeholder," katanya.

Opsi Terberat Ini Bakal Pemerintah Ambil Jika Dana Garuda Tak Cukup

Sementara itu, metode penghitungan yang diusulkan LPS masih tetap dengan menggunakan dua opsi, yaitu flat rate dan multiple bucket premium. Dalam hal ini digunakan beberapa parameter, seperti kelompok bank berdasarkan BUKU 1 sampai dengan BUKU 4, kelompok risiko bank atau kombinasi keduanya.

Menurut simulasi besaran premi yang sudah dilakukan LPS ialah dengan menetapkan pertama kali target fund yang akan dihimpun selama satu kurun waktu tertentu. Sebagai contoh di negara lain, Jerman: 0,05 persen x PDB (15 tahun); Swedia: 2,5 persen x PDB (15 tahun); Jepang: 0,038 persen x simpanan (20 tahun); Uni Eropa: 1,05 persen x total simpanan yang dijamin (8 tahun). Sementara itu, IMF: 2 persen-4 persen x PDB (nett).

PON XX Papua Serap Anggaran Negara Rp3,53 Triliun
Direktur Utara BTN Haru Koesmahargyo.

Gara-gara Hal Ini, Nasabah Loyal BTN Meningkat 222 Persen

Sementara itu saldo dari nasabah BTN yang teregistrasi meningkat lebih dari 250 persen pada tahun 2021.

img_title
VIVA.co.id
7 Maret 2022