Dirjen Pajak Klaim Sistemnya Tutup Ruang Pelanggaran Hukum
- Shintaloka Pradita Sicca/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus berbenah diri menyikapi tertangkapnya pejabat Direktorat Jenderal Pajak, terkait dugaan menerima suap dari Wajib Pajak.
Meski saat ini pemerintah telah membentuk tim reformasi perpajakan, tak berarti perilaku yang merusak nama institusi negara bisa dihilangkan dalam sekejap.
"Saya mengimbau kepada para WP (Wajib Pajak), jangan pernah menawarkan (suap). Jangan coba-coba," ungkap Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi di gedung parlemen, Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Berkaca dari kasus yang saat ini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi, Ken memandang, kesepakatan itu bisa tercipta jika disetujui kedua pihak. Dalam hal ini, fiskus pajak maupun pembayar pajak.
Sebab, mantan Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak ini mengklaim, sistem yang dibangun otoritas pajak telah menutup ruang untuk para oknum tak bertanggung jawab bisa melanggar hukum.
"Kalau dibilang rawan, sudah tidak ada. Tapi tergantung orangnya," ujarnya.
Sebelumnya, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno, ditangkap KPK karena diduga dari Presdir E.K Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair, Senin, 21 November 2016.
Suap ditujukan untuk menghilangkan tagihan pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia.
Rajesh dan Handang sebelumnya membuat kesepakatan, agar tagihan PT E.K Prima Ekspor Indonesia senilai Rp78 miliar itu hilang. Sebagai imbalannya, Handang dijanjikan uang Rp6 miliar. KPK mengamankan barang bukti uang US$145.800, atau sekitar Rp1,9 miliar, yang diduga sebagai pemberian tahap pertama.