Undang-undang Jasa Konstruksi Dikritik Peraturan Ompong

Marthen Hengki Toelle, mahasiswa program doktor pada Universitas Airlangga Surabaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nur Faishal

VIVA.co.id - Kritik penerapan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) muncul dari Marthen Hengki Toelle, mahasiswa program doktor pada Universitas Airlangga Surabaya kelahiran Ba'a-Rote, Nusa Tenggara Timur. Ia menilai UU Tipikor kerap bertabrakan dengan UU lain. Akibatnya, UU selain UU Tipikor seperti tak bergigi alias peraturan ompong.

Hakim Nilai Tuntutan 12 Tahun Penjara buat Harvey Moeis Terlalu Berat, Begini Alasannya

Marthen menuangkan kritiknya pada hasil penelitian yang dia tulis dalam desertasinya. Fokus penelitiannya ialah penerapan Pasal 2 UU Tipikor pada penanganan kasus korupsi terkait pengerjaan sebuah proyek bangunan. 

"Misalnya, pengerjaan proyek sudah selesai, tapi satu-dua tahun kemudian diusut penegak hukum. Ditemukan spesifikasi tidak sesuai, lalu dianggap korupsi dengan menggunakan kacamata Undang-undang Tipikor," kata Marthen di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 20 Juli 2016.

Kejagung Masih Pikir-pikir Mau Banding Vonis Harvey Moeis yang Cuma 6,5 Tahun

Ia menilai, penerapan UU Tipikor pada kasus proyek bangunan bertabrakan dengan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dalam UU Jasa Konstruksi diatur bahwa ketika terjadi ketidaksesuaian antara proyek yang dikerjakan dengan kontrak kerja maka dianggap sebagai cedera janji atau wanprestasi.

Pada UU Jasa Konstruksi juga dijelaskan, kata Marthen, bahwa cedera janji dalam proyek fisik diselesaikan secara perdata. Karena perdata, jika dinyatakan bersalah, hukumannya ialah ganti kerugian. "Bukan dipidana," ujarnya.

AHY Jadi Doktor Lulusan Terbaik Unair, Titip Pesan untuk Calon Wisudawan

Dia menilai, dalam kasus seperti itu, UU Tipikor seolah-olah mengenyahkan undang-undang lain. Padahal, menurutnya, dua undang-undang itu setara dalam hierarki hukum yang berlaku di negeri ini. "Lalu buat apa ada Undang-undang Jasa Konstruksi, dihapus saja," katanya.

Kendati begitu, dia menilai bahwa UU Tipikor tidak perlu direvisi. Dia hanya meminta penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tidak menindaklanjuti temuan dugaan penyimpangan proyek bangunan secara pidana. "Karena itu masuk ranah perdata," ujarnya.

Tiga bos smelter jalani sidang vonis kasus korupsi timah

Tiga Bos Smelter Kasus Korupsi Timah Divonis 4-8 Tahun Penjara

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, turut membacakan putusan atau vonis kepada tiga petinggi smelter terkait kasus dugaan korupsi pengelola

img_title
VIVA.co.id
23 Desember 2024