Monopoli Bisnis Jadi Penyebab Carut Marut Bandara Soekarno-Hatta
- ANTARA/Andika Wahyu
VIVAnews - Semakin kacaunya kondisi baik pelayanan dan infrastruktur Bandara Internasional Soekarno-Hatta menimbulkan persepsi buruk dari berbagai pihak. Keluhan datang pula dari para pejabat negara yang rutin bepergian dengan pesawat dari bandara.
Di Subang, Jawa Barat, akhir pekan ini, Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan kekecewaannya saat menggunakan Bandara yang namanya diambil dari nama Presiden dan Wakil Presiden pertama di Indonesia tersebut.
"Terus terang saya sudah tidak nyaman terbang sekarang di Jakarta. Beberapa kali saya kemarin terbang bisa di landasan itu sampai sejam tidak ngapa-ngapain, menunggu giliran terbang," ungkapnya.
Dirinya berpendapat, akar permasalahan dari buruknya kondisi salah satu bandara utama di Indonesia tersebut yaitu adanya monopoli yang dilakukan oleh perusahaan pelat merah Angkasa Pura (AP).
Korporasi milik pemerintah tersebut dianggap terlalu nyaman dengan keistimewaannya sehingga mengesampingkan kepentingan pengguna bandara itu sendiri.
Meskipun milik pemerintah, sebagai perusahaan, menurut Bambang kinerja AP dilihat juga dari performa perusahaan dalam mencari untung atau key performence index (KPI).
Untuk mengejar KPI tinggi dengan profit setinggi-tingginya, ada biaya yang harus ditekan, apakah itu operasional atau investasi pengembangan.
"Nah paling gampang cost of investment aja tidak usah muncul, artinya tidak ada investasi , dia (AP) lupa tuh," jelasnya
Cenderung Pilih Pengembangan Lounge
Salah satu upaya AP dalam mengejar keuntungan yang menurutnya salah yaitu lebih memilih mengembangkan lounge ketimbang penambahan kapasitas bandara. Hal tersebut bertolak belakang dengan pengembangan yang dilakukan di berapa bandara internasional di negara-negara lain."Itu kan airport sejuta lounge ya, itu saya belum pernah liat isinya lounge semua, BRI, BNI, Mandiri semua punya lounge. Itu contoh mereka tidak terlalu peduli karena mereka tidak punya pesaing," ungkapnya.
Pemerintah berencana berencana membuka kesempatan 100 persen pengelolaan bandara dan jasa kebandaraan kepada asing ke depannya. Aturan tersebut merupakan salah satu sektor yang rencananya akan dikeluarkan dari daftar negatif investasi (DNI).
Upaya tersebut menurut Bambang diharapkan dapat membuat AP lebih kompetitif dan mengedepankan kenyamanan para pengguna bandara sebagai salah satu tujuan pengembagan perusahaan.
"Coba ada satu pesaing, jadi kalau mau gampangnnya harusnya ada bandara kedua yang dikelola bukan AP di Jakarta nanti kita lihat airlines milih mana," tegasnya.
Kemenhub Dinilai Kurang Peka
Meski demikian, persoalan carut marut yang terjadi di sejumlah bandara di Indonesia khususnya Soekarno-Hatta bukan 100 persen tanggung Jawab AP. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai regulator juga dinilai kurang peka mengenai hal ini.
Semenjak di berlakukannya pernerbangan maskapai bertarif rendah (low cost carier), Kemenhub seharusnya mengkoreksi estimasi membludaknya pengguna bandara.
Setelah aturan tersebut diberlakukan, regulator seharusnya sudah memperhitungkan kapan bandara akan jenuh dan membutuhkan pengembangan infrastruktur.
"Nah kalau sudah jenuh harus dilakukan investasi, tapi ini kan tidak dilakukan semua, ada yang lupa bikin forcast baru, ada yang lupa investasi, sehingga terjadi seperti sekarang," tegasnya.
Asing Masuk Mengelola Bandara
Terlepas dari hal itu semua, menurutnya, rencana pemerintah untuk memberi kesempatan asing dalam mengelola bandara bukanlah bermaksud untuk mengesampingkan nasionalisme. Dalam konteks ini monopoli yang terjadi mengorbankan kepentingan rakyat sebagai konsumen.
"Monopoli itu jahat lo, kalau tidak bisa dikontrol, kecuali regulatornya kuat, dia bisa membuat monopoli itu tidak berdampak ke masyarakat," ujar Bambang.
Jika peraturan tersebut berlaku, kata Bambang, dapat berdampak positif pula untuk pengembangan bisnis AP. Khususnya terkait transfer teknologi oleh asing mengenai pengembangan bandara.
"Paling tidak gini deh, kalau AP tidak mau bertarung head to head , join lah, misalnya buat Cengkareng join sama Changi atau mana lah, supaya ada transfer of knowledge lah," ungkapnya.
Dengan demikian, kualitas pelayanan bandara-bandara yang ada di Indonesia khususnya Soekarno-Hatta lebih baik ketimbang saat ini. Pasalnya pendapat Bambang, dari lima negara Asean, bandara Soekarno-Hatta terburuk kedua setelah Manila.
"Lama-lama sedih juga, Changi misalnya, lebih dulu dibuat dibandingkan Cengkareng, dipakenya lebih lama. Sekarang Changi masih nyaman, Cengkareng dah tidak nyaman. Harusnya karena lebih baru, pemikirannya lebih baik dan pola pengembangannya clear," keluhnya.