Tiga Bisnis Ilegal Diklaim Bisa Perbaiki Ekonomi AS

Aksi demo Occupy Wall Street
Sumber :
  • REUTERS/ Shannon Stapleton

VIVAnews - Perekonomian dunia, khususnya Amerika Serikat, dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami perlambatan. Walau harus diakui, AS masih menjadi negara dengan pendapatan per kapita terbesar dibandingkan setengah negara di dunia.

Sayangnya, posisi neraca transaksi berjalan AS telah lama berjalan negatif bahkan terbesar di dunia.

Satu-satunya cara untuk keluar dari teka-teki bagi pemerintah adalah bagaimana mereka berkomitmen mengalokasikan belanja dengan jumlah sangat besar, lebih besar dari uang yang diperoleh dari pajak yang diraih.

Namun, di luar cara itu, sebetulnya terdapat cara-cara tak lazim yang bisa digunakan untuk memperbaiki perekonomian dunia. Paling tidak, tak membuat ekonomi semakin parah.

Dikutip dari laman investopedia, berikut adalah tiga aktivitas ekonomi tak lazim yang dianggap bisa menyelamatkan perekonomian:

1. Mariyuana

Tak ada jenis obat-obatan apa pun yang paling banyak didiskusikan dan hilang dari perdebatan selain mariyuana. Bagi pihak yang pernah berhubungan dengan ketergantungan, mariyuana sering dipakai sebagai obat penenang.

Namun, khasiat kesehatan dari mariyuana secara perlahan makin ditinggalkan, seiring makin ketatnya peraturan mengenai penggunaan dan konsumsi tumbuhan ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah negara bagian telah mengizinkan pengggunaan mariyuana untuk kebutuhan kesehatan. Bahkan, pada Pemilu 2012, para pemilik di Colorado dan Washington telah menyetujui usulan penggunaan mariyuana selama rekreasi.

Upaya melegalkan mariyuana tampaknya bakal menghadapi tantangan berat. Aturan Washington menyebutkan, mariyuana akan dikenakan pajak sebesar 25 persen dan bertingkat di setiap tahapannya.

Mahasiswa Prihatin Proses Pilkada di Banten Kental Politisasi Hukum

Ketentuan ini berlaku antara petani dan pengolah, pengolah dan penjual ritel, serta penjual ritel dengan konsumen. Alhasil, pajak yang dikenakan sebetulnya mencapai 75 persen.

Kalangan liberal menyebutkan, legalisasi mariyuana ini bisa menghasilkan uang hingga setengah miliar dolar. Jika klaim ini benar, mariyuana bisa membersihkan defisit AS.

2. Legalisasi obat terlarang

Perbedaan antara legalisasi obat dan legalisasi kokain serta heroin sangat tipis, kendati tak sama. Ekonom dari Harvard University, Jefrrey Miron, berpendapat, legalisasi obat-obatan terlarang bisa secara signifikan mengurangi kekerasan antarkelompok, dan aparat penegak hukum bisa melakukan pekerjaan yang penting.

Miron memperkirakan, pendapatan pajak dari legalisasi berbagai jenis obat terlarang bisa mencapai US$47 miliar per tahun. Jumlah ini memang tak cukup untuk membantu mengatasi defisit anggaran AS.

3. Prostitusi

Ketidaksepakatan mengenai obat-obatan terlarang hanya menghadapi pesaing dari dunia seks. Salah satu negara bagian yang melegalkan bisnis prostitusi adalah Nevada.

Nevada selama ini tak mengenakan pajak pendapatan bagi pengusaha bordir. Namun, setiap rumah bordil dikenakan pajak penjualan yang disetor ke pemerintah setempat.

Lyon County, kawasan dengan populasi mencapai 52 ribu orang, meraih pendapatan hingga US$500 ribu per tahun. Uang itu berasal dari empat rumah bordil yang lokasinya hanya berjarak beberapa mil.

Selain di AS, terdapat juga negara di sebelah timur Australia yang melegalisasi aktivitas prostitusi. Diperkirakan, aktivitas ini mampu menghasilkan US$1,8 miliar per tahun.

Dari sejumlah usulan yang diajukan untuk memperbaiki perekonomian AS, tampaknya masih banyak cara yang bisa ditempuh pemerintah AS. Melegalkan obat-obatan terlarang dan seks hanya akan menambah kondisi semakin parah. (art)

Kecelakaan Lalu Lintas Berujung Pembunuhan di Pulogadung: Pengemudi Tewas Dianiaya Setelah Tabrakan Mobil
AKP Dadang Iskandar saat dihadirkan dalam jumpa pers di Mapolda Sumbar, Sabtu 23 November 2024

Foto: Tampang AKP Dadang Tersangka Utama Penembakan Kasat Reskrim Solok Selatan

Berikut sejumlah foto AKP Dadang Tersangka Utama Penembakan Kasat Reskrim Solok Selatan.

img_title
VIVA.co.id
23 November 2024