Rugikan Ekonomi, Aturan Pengendalian Tembakau Tidak Relevan Diterapkan di RI
- VIVA/ Yeni Lestari.
Jakarta, VIVA - Keputusan Amerika Serikat keluar dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, menimbulkan berbagai pertanyaan baru terkait kebijakan yang dibentuk melalui WHO. Dimana salah satunya adalah soal Framework Convention on Tobacco Control atau FCTC.
Aturan global tersebut telah menjadi landasan dari wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) di Indonesia.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana menjelaskan, FCTC berprinsip untuk mengatur negara produsen tembakau di seluruh dunia agar tunduk terhadap batasan-batasan penggunaan tembakau.
"Mirisnya, perjanjian FCTC ini diinisiasi oleh negara-negara non-produsen tembakau yang disinyalir menunggangi isu kesehatan untuk mematikan industri strategis di negara seperti di Indonesia," kata Hikmahanto dalam keterangannya, Kamis, 27 Maret 2025.
Apabila dicermati, Hikmahanto mengatakan bahwa intervensi saat ini dilakukan melalui perjanjian internasional, yang apabila sudah ikut maka negara tersebut memiliki kewajiban untuk mentransformasikan ikatan perjanjian internasional ke dalam hukum nasional.
Dia berpendapat, FCTC seharusnya menjadi tidak relevan lagi setelah keluarnya AS dari WHO. Hal ini menunjukkan bahwa WHO tidak seharusnya menjadi otoritas tertinggi bagi negara-negara yang tergabung untuk menjalankan kebijakannya.
"Dalam hal ini, AS telah mengambil keputusan yang tepat untuk menjaga kedaulatan negaranya," ujarnya.
Terkait penerapan aturan di Indonesia yang mengadopsi FCTC, Hikmahanto menjelaskan bahwa pemerintah perlu berhati-hati. Indonesia adalah produsen tembakau dengan mata rantai yang besar, di mana industri tembakau menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan dan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Selain itu, demi menjaga kedaulatan negara seperti halnya AS, pemerintah harus secara tegas menegakkan kedaulatan dari ancaman intervensi asing, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
"Pemerintah harus hati-hati dalam menerapkan FCTC di Indonesia, terutama karena negara ini tidak meratifikasi aturan global tersebut. Pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi nasional sehingga kebijakan ini menjadi tidak tepat bila diterapkan. Di sinilah pemerintah harus memiliki kebebasan dan kedaulatan negara harus ditegakkan," ujarnya.