Dukung Pembangunan Daerah, Simak Ketentuan Pajak Alat Berat di Jakarta

Ilustrasi alat berat.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

Jakarta, VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai memberlakukan Pajak Alat Berat (PAB) sebagai bagian dari kebijakan pajak daerah sejak tahun 2024. Pajak ini diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Damkar Ingatkan Warga Pastikan Colokan Listrik dan Regulator Gas Tercabut Sebelum Mudik

Menurut Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta, Morris Danny, Pajak Alat Berat dikenakan atas kepemilikan atau penguasaan alat berat, yang umumnya digunakan dalam sektor konstruksi, perkebunan, kehutanan, hingga pertambangan. 

"Dengan kebijakan ini, Pemprov DKI Jakarta berharap dapat meningkatkan penerimaan daerah serta mendukung pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi di ibu kota," katanya dikutip dalam keterangan tertulis, Selasa, 25 Maret 2025.

Diputihkan, Pembayaran Pajak Kendaraan di Jabar Naik Jelang Lebaran Capai Rp76 Miliar

Dua alat berat mengambil lumpur di Kali Ancol, Jakarta

Photo :
  • Antara/ Rosa Panggabean

Dijelaskannya, Pajak Alat Berat adalah pajak yang dikenakan kepada individu atau badan usaha yang memiliki atau menguasai alat berat. Alat berat yang dimaksud adalah mesin-mesin berukuran besar yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau teknik sipil, seperti bulldozer, excavator, crane, dan sejenisnya.

Coretax Bermasalah di Awal Tahun, Misbakhun Tetap Yakin Penerimaan Pajak Segera Rebound

Pengenaan pajak ini didasarkan pada nilai jual alat berat, yang dihitung berdasarkan harga rata-rata pasar pada minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. 

"Nilai jual ini ditinjau ulang setiap tiga tahun untuk memastikan kesesuaian dengan kondisi ekonomi," katanya. 

Lebih lanjut, tarif Pajak Alat Berat ditetapkan sebesar 0,2 persen dari nilai jual alat berat. Perhitungannya cukup sederhana, yaitu besaran pajak sama dengan nilai jual alat berat dikali 0,2%. 

"Misalnya, jika nilai jual sebuah excavator adalah Rp 2 miliar, maka pajak yang harus dibayarkan sebesar Rp 4 juta per tahun," jelasnya.

Pajak ini, lanjut Morris, terutang sejak alat berat dimiliki atau dikuasai secara sah. Pajak ini dikenakan untuk periode 12 bulan (setahun) dan harus dibayarkan sekaligus di muka.

"Pajak Alat Berat hanya berlaku untuk alat berat yang dimiliki atau dioperasikan di wilayah DKI Jakarta. Jika alat berat tersebut digunakan di luar Jakarta, maka tidak termasuk dalam kewajiban pajak daerah ini," katanya.

Ia melanjutkan, penerapan Pajak Alat Berat ini bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga bertujuan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, pengelolaan lingkungan yang lebih baik, serta memperkuat daya saing ekonomi ibu kota. 

"Dengan sistem pajak yang transparan dan pengelolaan yang terstruktur, diharapkan kebijakan ini dapat berjalan dengan lancar dan diterima dengan baik oleh masyarakat.

Sebagai warga yang taat pajak, dukungan terhadap kebijakan ini sangat penting dalam mewujudkan Jakarta yang lebih maju, modern, dan berkelanjutan," katanya.

Objek pajak ini mencakup seluruh alat berat yang dimiliki atau dikuasai di wilayah DKI Jakarta. Namun, tidak semua alat berat dikenakan pajak. 

Berikut adalah beberapa pengecualian:

● Alat berat yang dimiliki oleh pemerintah, TNI, Polri, atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

● Alat berat yang dimiliki oleh kedutaan besar, konsulat, atau lembaga internasional yang mendapat fasilitas pembebasan pajak berdasarkan asas timbal balik.

Siapa yang Wajib Membayar Pajak Alat Berat?

● Subjek Pajak: Individu atau badan usaha yang memiliki atau menguasai alat berat.

● Wajib Pajak: Pemilik atau pengelola alat berat yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya