Pahami Aturan PBJT Makanan dan Minuman atau Pajak Restoran Versi Baru, dan Objek yang Dikecualikan

Ilustrasi restoran.
Sumber :
  • Pexels

Jakarta, VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan kebijakan terbaru terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Salah satu aspek penting dalam regulasi ini adalah PBJT atas Makanan dan Minuman, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pajak restoran

Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha dapat memahami serta menyesuaikan diri dengan ketentuan yang berlaku.

Dikutip dalam keterangan resmi Bapenda DKI Jakarta, Sabtu, 8 Maret 2025, PBJT atas Makanan dan Minuman merupakan pajak yang dikenakan pada makanan dan minuman yang dijual, diserahkan, atau dikonsumsi, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui pemesanan oleh restoran, jasa boga, atau katering. 

"Pajak ini dibebankan kepada konsumen akhir dan menjadi salah satu sumber penerimaan daerah guna mendukung pembangunan."

Restoran makanan Belanda di Bandung

Photo :
  • VIVAnews/Ananda Putri Laras

PBJT ini berlaku untuk berbagai jenis usaha yang menyediakan makanan dan minuman, di antaranya:

1. Restoran – Usaha yang menyediakan makanan dan minuman dengan layanan penyajian, termasuk meja, kursi, dan peralatan makan.

2. Jasa Boga atau Katering – Termasuk usaha yang menyediakan bahan baku, mengolah, menyimpan, dan menyajikan makanan berdasarkan pesanan pelanggan, baik di lokasi penyimpanan maupun di tempat lain yang diinginkan pelanggan.

APBN Tekor hingga Setoran Pajak Anjlok, Airlangga: Itu kan Baru Perkembangan Dua Bulan

Objek yang Dikecualikan dari PBJT 

Tidak semua jenis usaha dikenakan PBJT atas Makanan dan Minuman. Beberapa pengecualian dalam kebijakan ini meliputi:

Marak Food Reviewer Negatif, Ini Pentingnya Sertifikat HACCP untuk Restoran Indonesia

1. Usaha kecil dengan omzet di bawah Rp 42 juta per bulan – Usaha dengan pendapatan di bawah ambang batas ini tidak diwajibkan membayar PBJT, kecuali jika penjualannya bersifat insidental.

2. Toko swalayan dan usaha sejenis – Jika bisnis utama bukan menjual makanan dan minuman untuk dikonsumsi di tempat, maka tidak dikenakan PBJT.

Potensi Pajak Capai Rp 60 Triliun, Menteri Kehutanan: Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan Segera Diresmikan

3. Pabrik makanan dan minuman – Produk yang dijual langsung oleh pabriknya tidak termasuk dalam objek pajak ini.

4. Lounge di bandara – Layanan makanan dan minuman yang diberikan kepada penumpang pesawat di lounge bandara juga tidak dikenakan PBJT.

Subjek dan Wajib Pajak PBJT

● Subjek PBJT: Konsumen yang membeli atau mengonsumsi makanan dan minuman di restoran maupun jasa boga/katering.
● Wajib Pajak PBJT: Orang pribadi atau badan usaha yang menjual atau menyediakan makanan dan minuman kepada konsumen akhir.

Tarif dan Dasar Pengenaan PBJT 

Tarif PBJT atas Makanan dan Minuman ditetapkan sebesar 10% dari total nilai transaksi. Dengan demikian, jika total tagihan di restoran atau jasa katering adalah Rp 100.000, maka PBJT yang dikenakan adalah Rp 10.000. Pajak ini terutang pada saat pembayaran dilakukan dan berlaku di seluruh wilayah Provinsi DKI Jakarta.

PBJT atas Makanan dan Minuman merupakan bagian dari harmonisasi kebijakan pajak daerah dengan regulasi yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Langkah ini menunjukkan komitmen Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan, adil, dan sesuai dengan perkembangan ekonomi.

Dengan penerapan kebijakan ini, diharapkan masyarakat dan pelaku usaha dapat lebih memahami kewajibannya dalam membayar pajak, sehingga dapat mendukung pembangunan daerah secara optimal. Pembayaran pajak bukan hanya kewajiban, tetapi juga bentuk kontribusi nyata dalam pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya