Kelas Menengah RI Pilih Bertahan Hidup dari Makan Tabungan, Pertanda Apa?
- CNA (Channel News Asia)
Jakarta, VIVA – Kelas menengah di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan ekonomi. Ketidakpastian ekonomi, membuat tak sedikit dari kelas menengah harus lebih cermat dalam mengelola keuangan.
Uniknya, sebuah survei terbaru dari Katadata Insight Center (KIC) mengungkapkan, bahwa banyak kelas menengah memilih bertahan hidup dengan mengandalkan tabungan pribadi, daripada mencari pinjaman berbunga. Tanda bagus atau sebaliknya?
Rupanya, temuan ini mencerminkan strategi keuangan yang cukup baik, tetapi di sisi lain juga menunjukkan bahwa kelas menengah masih rentan terhadap perubahan ekonomi.
Direktur Riset Katadata Insight Center, Gundy Cahyadi, mengungkapkan bahwa survei KIC menemukan perilaku finansial kelas menengah ini tergolong cukup positif. Sebab, mayoritas dari mereka telah melakukan perencanaan keuangan dengan baik.
Berdasarkan survei, ditemukan bahwa sebanyak 70 persen responden menyusun anggaran keuangan. Lalu, satu dari dua responden memisahkan anggaran untuk tagihan dan keperluan harian, serta lebih dari 40 persen mencatat pengeluarannya.
Namun, ketika pengeluaran melebihi pendapatan, mayoritas kelas menengah lebih memilih menggunakan tabungan dibandingkan mencari utang. "Mayoritas responden (76,3 persen) memilih untuk menggunakan tabungan alias makan tabungan untuk bertahan hidup," kata Gundy, seperti dikutip dari siaran pers KIC, Selasa, 18 Februari 2025.
Gundy menjelaskan bahwa hanya sebagian kecil kelas menengah yang memilih opsi pinjaman berbunga, dengan masing-masing kategori kurang dari 15 persen. "Perilaku ini menunjukkan pengelolaan keuangan yang tergolong baik, lantaran mereka cenderung menghindari utang dan lebih mengandalkan cadangan keuangan pribadi untuk bertahan hidup," jelasnya.
Ilustrasi kelas menengah di Indonesia.
- ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Lebih lanjut, survei KIC juga mencatat bahwa kelas menengah mengalokasikan 19,3 persen penghasilannya untuk tabungan, yang sebagian besar digunakan sebagai dana darurat. Namun, perencanaan keuangan jangka panjang masih belum menjadi prioritas utama bagi kelompok ini.
Selain itu, demi memenuhi kebutuhan hidup, banyak dari kelas menengah juga menjalankan pekerjaan sampingan atau side hustle. Hampir 50 persen dari mereka memiliki pekerjaan tambahan di luar pekerjaan utama.
Ada tiga alasan utama mengapa kelas menengah memilih bekerja sampingan. Sebanyak 70,6 persen mengaku ingin menambah pendapatan, 42,2 persen bertujuan untuk meningkatkan tabungan, dan 30,7 persen berharap bisa mencapai tujuan finansial tertentu. Sementara itu, faktor passion justru tidak masuk dalam tiga alasan utama tersebut.
Survei KIC ini dilakukan secara daring, melibatkan 472 responden dari 10 kota besar di Indonesia, dan dilaksanakan pada 6-9 Januari 2025. Hasilnya juga menunjukkan bahwa kekhawatiran ekonomi sangat memengaruhi cara kelas menengah dalam memandang kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan hunian.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Thomas Dijiwandono menegaskan bahwa kelas menengah tetap menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Lebih dari 70 persen konsumsi berasal dari kelas menengah.
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah telah menyiapkan berbagai program subsidi dan insentif. "Pada 2025, pemerintah mengalokasikan Rp827 triliun untuk berbagai program termasuk subsidi, insentif PPN, bantuan sosial, dan kredit usaha. Sebagian besar insentif PPN difokuskan untuk menjaga konsumsi rumah tangga," jelas Thomas.