Disahkan DPR, Ini Poin-poin Penting Revisi UU Minerba
- DPR RI
Jakarta, VIVA – DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi undang-undang, dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Dalam Rapat Paripurna tersebut, Wakil Ketua DPR RI, Adies Kadir, melemparkan pertanyaan kepada para fraksi DPR yang hadir, untuk meminta persetujuan sebelum mengetuk palu guna mengesahkan RUU Minerba tersebut menjadi Undang-undang.
"Apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Adies di DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2025.
Rapat Paripurna DPR RI
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
"Setuju," jawab seluruh fraksi DPR yang hadir, untuk kemudian disusul dengan ketukan palu tanda pengesahan.
Diketahui, sebelumnya dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI pada Senin, 17 Februari 2025 kemarin, Ketua Panja RUU Minerba Baleg DPR, Martin Manurung mengatakan, pengesahan itu dilakukan usai rampungnya Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba, yang telah dibahas dalam rapat tertutup pada 12-15 Februari 2025 lalu.
Hingga pada Rapat Pleno di tanggal 17 Februari 2025 tersebut, RUU Minerba itu pun disempurnakan dimana Baleg DPR akhirnya mengambil keputusan terkait kelanjutan pembahasan tingkat kedua.
"Pada tanggal 17 Februari 2025, Tim Perumus Tim Sinkronisasi telah menyelesaikan penyempurnaan redaksional dan telah menyampaikan kepada Panja, naskah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara," kata Martin, dikutip Selasa, 18 Februari 2025.
Berikut adalah garis besar dari sejumlah perubahan dan penambahan pasal yang disahkan dalam Revisi UU Minerba, yang telah direvisi dari UU Minerba sebelumnya:
1. Perbaikan pasal-pasal yang terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu Pasal 17A, Pasal 22A, Pasal 31A, dan Pasal 169A.
2. Pasal 1 Angka 16 mengenai perubahan definisi Studi Kelayakan.
3. Pasal 5 mengenai kewajiban pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan operasi produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum ekspor dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan badan usaha milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak.
4. Pasal 35 Ayat 5, Pasal 51 Ayat 4 dan Ayat 5, serta Pasal 60 Ayat 4 dan Ayat 5 terkait perizinan berusaha dan mineral logam dan pemberian dengan cara prioritas WIUP batu bara mengikuti mekanisme sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh pemerintah pusat.
5. Pasal 100 Ayat 2 terkait pelaksanaan reklamasi dan pelindungan dampak pasca tambang bagi masyarakat dan daerah, menteri melibatkan pemerintah daerah.
6. Pasal 108 mengenai program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat dengan penekanan pada masyarakat lokal yang ada di sekitar kawasan tambang dan masyarakat adat melalui:
a). Program Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan,
b). Pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang berada di wilayah pertambangan dalam kegiatan pertambangan dan,
c). Program kemitraan usaha dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas,
7. Pasal 169A memasukkan ketentuan terkait Audit Lingkungan.
8. Pasal 171B terkait IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini dan terdapat permasalahan tumpang tindih sebagian atau seluruh WIUP-nya berdasarkan hasil evaluasi pemerintah pusat dicabut dan dikembalikan kepada negara.
9. Pasal 174A terkait Pemantauan dan Peninjauan Undang-Undang.
10. Pasal 176B terkait IUP yang diterbitkan sebelum berlakunya UU ini dan terdapat permasalahan tumpang tindih.
11. Penambahan pasal 51A dan 60A terkait dengan pemberian WIUP mineral logam dan batu bara secara prioritas kepada BUMN, BUMD, dan badan usaha swasta untuk kepentingan perguruan tinggi.
12. Pasal 51B dan 61B terkait pemberian WIUP mineral logam dan batu bara dalam rangka hilirisasi kepada BUMN dan badan usaha swasta secara prioritas.
13. Pasal 60 terkait pemberian WIUP batu bara kepada badan usaha, koperasi, perusahaan perseorangab, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha ormas keagamaan dengan cara lelang dan pemberian prioritas.