Neraca Perdagangan RI Surplus Lagi di Januari 2025, Ini Respons Kemenkeu
- VIVA/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus sebesar US$3,45 miliar pada Januari 2025. Artinya, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus selama 57 bulan secara berturut-turut sejak Mei 2020.
Merespons hal ini, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan surplus neraca perdagangan ini didorong oleh upaya peningkatan nilai tambah produk dan diversifikasi perdagangan.
“Neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan resiliensinya dengan tetap mencatatkan surplus di tengah perdagangan global yang masih mengalami pelemahan. Surplus ini antara lain didorong oleh upaya peningkatan nilai tambah produk dan diversifikasi perdagangan, sebagaimana terlihat pada kontribusi sektor industri pengolahan, pertanian, dan perkebunan yang mengalami peningkatan terhadap neraca perdagangan,” ujar Febrio dalam keterangannya, Selasa, 18 Februari 2025.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu
- VIVA.co.id/Anisa Aulia
Ekspor Indonesia pada Januari 2025 tercatat sebesar US$21,45 miliar, meningkat sebesar 4,68 persen year on year (yoy). Peningkatan ekspor didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas di tengah kontraksi ekspor migas. Secara sektoral, ekspor sektor pertanian dan sektor industri pengolahan tercatat tumbuh masing-masing sebesar 45,46 persen yoy dan 14,02 persen yoy.
Sementara itu, kinerja ekspor tiga komoditas utama yaitu CPO, batu bara, serta besi dan baja, tercatat mengalami kontraksi. Dari sisi negara tujuan ekspor, Tiongkok masih menjadi tujuan pasar ekspor nonmigas utama Indonesia dengan share sebesar 22,40 persen, disusul Amerika Serikat (11,48 persen) dan India (6,02 persen), sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa masing-masing mencapai 20,07 persen dan 6,42 persen.
Sementara itu, impor Indonesia pada Januari 2025 tercatat sebesar US$18,00 miliar, terkontraksi 2,67 persen yoy. Penurunan impor disebabkan oleh kontraksi impor migas dan nonmigas. Dari sisi penggunaan, impor barang modal tercatat tumbuh, namun impor barang konsumsi dan impor bahan baku penolong tercatat mengalami kontraksi.
Dari sisi negara asal impor, Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat mendominasi dengan kontribusi masing-masing sebesar 40,86 persen, 7,42 persen, dan 4,92 persen, sementara impor dari ASEAN memberikan share 15,41?n dari Uni Eropa sebesar 5,60 persen.
“Pemerintah akan terus memantau dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional, serta menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” imbuhnya.