Abrasi dan Rob Bayangi Warga Pesisir, Menko AHY Ungkap Keberlanjutan GSW
- VIVA.co.id/Rahmat Fatahillah Ilham
Jakarta, VIVA – Program pembangunan Giant Sea Wall (GSW) yang bertujuan mencegah banjir rob dan abras dinilai tidak akan merugikan nelayan, atau masyarakat menengah ke bawah yang hidup di daerah pesisir.
Hal itu disampaikan Staf Khusus Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Herzaky Mahendra Putra di Jakarta, Senin, 17 Februari 2025.
"Proyek GSW justru untuk meningkatkan sejahteraan warga pesisir yang selama ini dibayang-bayangi ancaman banjir rob dan abrasi. Teman-teman nelayan, warga pesisir Jakarta, warga pesisir di luar Jakarta, ya seluruh pesisirlah, nantinya yang masuk program ini, malah semakin sejahtera," paparnya.
Herzaky menjelaskan, program pembangunan GSW ini, merupakan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Selain mencegah potensi banjir rob dan abrasi, NCICD bisa menyelesaikan sejumlah tantangan seperti sanitasi dan penyediaan air bersih yang lebih baik.
“Serta menjamin konektivitas antarwilayah menjadi lebih baik. Intinya untuk pengembangan wilayah pesisir utara Pulau Jawa yang berkelanjutan," imbuhnya.
Terkait feasibility studies untuk program GWS ini, lanjut Herzaky, sudah dilakukan pada 2020. Sudah hampir lima tahun, perlu dilakukan cek ulang. Apakah masih sesuai dengan kondisi terkini serta sejumlah ekspektasi terkait proyek tersebut.
Herzaky benar, keberadaan tanggul untuk melindungi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir sangat penting. Pada 4 November 2024, Menko AHY sempat meninjau pembangunan tanggul di Muara Baru, Jakarta Utara.
Tanggul tersebut dibangun sepanjang 2,3 kilometer dengan tinggi 4,8 meter di atas permukaan air laut, bertujuan untuk melindungi lebih dari 20.000 kepala keluarga (KK), serta area seluas 160 hingga 170 hektare dari ancaman banjir rob.
“Bayangkan jika tidak ada tanggul, keselamatan masyarakat benar-benar dalam ancaman,” kata Menko AHY, kala itu.
Proyek Giant Sea Wall Jakarta.
- ncicd.com
Menko AHY menambahkan pentingnya kolaborasi antara Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dengan Pemprov Jakarta, serta seluruh stakeholder terkait.
“Tidak ada satu entitas yang dapat mengatasi masalah banjir sendirian. Kita perlu bekerja bersama-sama,” tambahnya.
Asal tahu saja, Muara Baru merupakan daerah yang sering mengalami penurunan tanah (land subsidence) kategori parah. Tiap tahun, tanah turun di wilayah ini mencapai 10 sentimeter. Atau ambles satu meter dalam 10 tahun.
Dukungan disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten, Fadli Afriadi. proyek Giant Sea Wall perlu dikawal agar segera terwujud. Demi memajukan wilayah pesisir yang sering mengalami banjir rob dan abrasi. Tentu saja termasuk wilayah pesisir Tangerang.
"Ya pasti kita mendukung. Kita akan mengawal agar benar-benar bermanfaat untuk masyarakat. Bukan malah merugikan. Dan, harus sesuai prosedur," ungkap Fadli.
Dengan terbangunnya Giant Sea Wall ini, diharapkan Fadli, tidak ada lagi banjir rob dan abrasi yang selama ini dikhawatirkan warga pesisir. Sehingga nelayan dan petambak ikan yang tinggal di pesisir, bisa meningkatkan pendapatannya. "Kalau ada Giant Sea Wall nanti, jangan ada lagi banjir rob atau abrasi. Sehingga masyarakat tidak terganggu dalam mencari nafkah. Jangan pula mengganggu kapal-kapal," imbuhnya.
Jika mencermati berbagai data abrasi di pesisir utara Pulau Jawa, hasilnya sangat memprihatinkan. Misalnya, data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 2015, menyebut 400 kilometer garis pantai di Indonesia menghilang gara-gara abrasi.
Alhasil, total panjang garis pantai yang 745 kilometer itu menghilang 44 persen. Termasuk di pesisir Tangerang, seluas 579 hektare (ha) lahan raib sepanjang 1995-2015.
Bangunan rumah warga yang amblas akibat fenomena abrasi
- Website BNPB
Berdasarkan jurnal dari Departemen Geografi Universitas Indonesia (UI) bertajuk “Monitoring Perubahan Garis Pantai untuk Evaluasi Rencana Tata Ruang dan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Tangerang', menunjukkan hampir seluruh desa di pesisir Kabupaten Tangerang, mengalami abrasi ataupun akresi besar-besaran dalam 10 tahun terakhir.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menyatakan, laju abrasi pantai mengalami kenaikan cukup signifikan hingga 200 m sampai 500 m dalam 10 tahun terakhir. “Terlihat daerah-daerah yang mangrove-nya tidak terjaga, sangat riskan tergerus (abrasi) dalam luasan yang cukup signifikan,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).
Pergeseran ini, tentu saja, membuat masyarakat was-was. Apalagi BMKG sempat mengeluarkan pengumuman potensi bencana banjir rob di pesisir pantai utara Pulau Jawa.