Beredar Isu Larangan Nelayan Berlayar di Pantai Kura-Kura Bali, Begini Kata Pengelola Kawasan!

Pantai Serangan Denpasar berganti nama menjadi Pantai Kura-Kura Bali.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)

Bali, VIVA – Setelah marak isu perubahan nama Pantai Serangan Denpasar di Google Map menjadi Pantai Kura-Kura Bali (Surf Surf by The Waves), PT  Bali Turtle Island Development (BTID) sebagai pengelola Kawasan Ekonomi Kreatif Kura-Kura Bali dituding telah menutup dan melarang nelayan untuk berlayar di Kawasan Kura-Kura Bali.

Bocah di Nias Selatan Diduga Disiksa Keluarga hingga Cacat, Tante Korban Jadi Tersangka

Maraknya isu penutupan lahan mata pencaharian dan larangan Nelayan Desa Serangan untuk berlayar di Kawasan Kura-Kura Bali ini pun menyita perhatian pengelola KEK Kura-Kura Bali.

Head of Communication PT BTID Zakki Hakim menyebut, BTID tidak menutup lahan mata pencaharian para nelayan, petani terumbu karang maupun petani rumput laut untuk warga Serangan Denpasar. BTID juga tidak melarang nelayan tradisional Desa Serangan untuk berlayar.

Puncak Arus Balik Libur Panjang, 37 Ribu Penumpang Tiba di Jakarta

"Para nelayan dan petani itu masih tetap bisa berlayar di kawasan Kura-Kura," jelas Zakki saat dihubungi VIVA.CO.ID melalui sambungan telepon pada Selasa, 28 Januari 2025 malam.

Zakki mengungkapkan, penutupan sementara di Pantai Serangan di Kawasan KEK Kura-Kura  dilakukan saat ada tamu kenegaraan seperti Presiden maupun tamu VIP lainnya. Penutupan dilakukan berdasarkan himbauan Paspampres atau protokol tamu.

Kadin Chief Highlighted Challenges, Opportunities in India’s Tech Sector

"Tidak benar kalau ditutup. Meskipun ada investor datang, ada kunjungan selama ini tidak pernah ditutup. Yang waktu itu ditutup saat kunjungan presiden atau VIP dan tamu G20 saat itu. Itu pun ditutupnya hanya beberapa jam saja. Kita mengikuti arahan dari protokol atau Paspampres," jelas Zakki.

Ia menegaskan meskipun saat ini Kura-Kura Bali melakukan kontruksi bangunan di beberapa titik kawasan, akan tetapi BTID tidak menutup atau mematikan mata pencaharian nelayan tradisional maupun petani terumbu karang dan rumput laut dari Desa Serangan Denpasar.

Warga masyarakat Serangan yang berjumlah sekitar 4.080 orang itu hanya sekitar 400 orang yang berprofesi sebagai nelayan.

"Mereka tidak semuanya berprofesi sebagai nelayan maupun petani terumbu karang atau rumput laut. Selama ini kita berkomunikasi dengan desa adat dan banjar-banjar dan para nelayan itu terdata dengan baik. Siapa saja, kebutuhannya apa saja dan kapan saja mereka bisa masuk," kata Zakki.

Pihak BTID juga memberikan jaket pengaman bagi nelayan yang berjumlah sekitar 400 orang itu untuk identifikasi.

Nelayan-nelayan maupun petani terumbu karang dan rumput laut itu bebas memasuki pantai melalui Kawasan Kura-Kura karena telah terdaftar dan termonitor di banjar dan desa adat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya