Anindya Bakrie Beberkan Peluang Kerja Sama RI-India di Sektor Manufaktur
- VIVA.co.id
Jakarta, VIVA – Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie mengatakan, sektor manufaktur di India memiliki tantangan regulasi dan kebijakan. Hal itu lantaran sektor manufaktur di sana diatur oleh regulasi yang rumit termasuk undang-undang ketenagakerjaan, izin lingkungan, dan persyaratan khusus sektor.
"Kepatuhan terhadap undang-undang ini dapat memakan waktu dan sangat bervariasi di setiap negara bagian, sehingga meningkatkan ketidakpastian bagi investor asing," kata Anindya dalam keterangannya, Selasa, 28 Januari 2025.
Sektor manufaktur di India menurutnya juga kekurangan dalam hal infrastruktur. Meskipun India membuat langkah signifikan dalam pengembangan infrastruktur, tantangan seperti kawasan industri yang tidak memadai, pasokan listrik yang tidak konsisten, dan konektivitas last-mile yang terbatas, nyatanya masih terus menghambat operasi manufaktur.
Masalah selanjutnya yakni adanya hambatan perdagangan dan rantai pasokan, dimana bea masuk untuk mesin, bahan baku, dan komponen, dapat meningkatkan biaya bagi produsen. "Selain itu, keterlambatan dalam bea cukai dan inefisiensi dalam jaringan logistik, juga dapat mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan waktu tunggu," ujarnya.
Oleh karena itu, Anindya menyampaikan bahwa Kadin Indonesia pun telah memberikan rekomendasi terkait kondisi sektor manufaktur di India tersebut. Pertama yakni bahwa India harus menyederhanakan regulasi, dan mengurangi hambatan birokrasi di sektor manufaktur.
India juga harus menerapkan UU ketenagakerjaan yang seragam, menyederhanakan proses perizinan lingkungan, dan menawarkan kebijakan yang konsisten di seluruh negara bagian guna memudahkan produsen Indonesia mendirikan dan mengoperasikan fasilitas. Selain itu, India juga harus mengembangkan sistem perizinan satu jendela khusus untuk investor asing, agar dapat lebih meminimalkan penundaan dan meningkatkan kemudahan berbisnis.
Kemudian, India menurut Anindya juga dapat merancang insentif khusus sektor di bawah program seperti "Buatan India" dan skema Insentif Terkait Produksi (PLI), untuk menarik investasi perusahaan Indonesia. Insentif ini dapat mencakup pembebasan pajak, pembebasan bea untuk mengimpor mesin dan bahan baku, dan subsidi untuk mendirikan pabrik manufaktur.
"Serta menawarkan akses istimewa ke klaster industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), sehingga dengan infrastruktur yang siap pakai hal itu dapat lebih menarik investasi," kata Anindya.
Terakhir, Anindya merekomendasikan agar India harus mendorong kemitraan antara produsen India dan Indonesia, untuk mendorong pertukaran pengetahuan, transfer teknologi, dan produksi bersama. Misalnya melalui usaha patungan di bidang-bidang dengan pertumbuhan tinggi seperti komponen otomotif, mesin berat, dan manufaktur ramah lingkungan yang dapat menguntungkan kedua negara.
"Selain itu, India dapat menyelenggarakan forum industri bilateral dan misi dagang, untuk secara aktif menghubungkan investor Indonesia dengan peluang bisnis lokal," ujarnya.