BI Revisi ke Atas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2025 Jadi 3,2 Persen

Konferensi pers Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA – Bank Indonesia (BI) merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025. Diproyeksikan ekonomi dunia tumbuh 3,2 persen, dibandingkan proyeksi sebelumnya yang sebesar 3,1 persen.

BI Revisi Turun Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2025 Jadi 5,5 Persen

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh kebijakan fiskal Amerika Serikat yang agresif untuk meningkatkan perekonomiannya.

"Perekonomian Amerika Serikat (AS) tumbuh lebih kuat dari prakiraan didukung oleh stimulus fiskal yang meningkatkan permintaan domestik dan kenaikan investasi di bidang teknologi yang mendorong peningkatan produktivitas," ujar Perry dalam konferensi pers, Rabu, 15 Januari 2025.

Tok! BI Pangkas Suku Bunga Acuan Jadi 5,75 Persen

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Photo :
  • VIVA/Muhamad Solihin

Perry menuturkan, arah kebijakan Pemerintah dan bank sentral AS berpengaruh pada ketidakpastian pasar keuangan global. Sehingga BI memperkirakan ekonomi global akan ada di 3,2 persen.

Ekonom Proyeksikan BI Tahan Suku Bunga Acuan di 6 Persen Pertimbangkan Hal Ini

"Sejalan dengan itu, prospek pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya menjadi 3,2 persen," ujarnya.

Namun demikian, untuk ekonomi Eropa, China, dan Jepang diperkirakan masih akan melemah. Hal ini dipengaruhi oleh menurunnya keyakinan konsumen dan tertahannya produktivitas

"Sementara ekonomi India masih tertahan akibat sektor manufaktur yang terbatas," jelasnya.

Di samping itu, menguatnya ekonomi AS dipengaruhi oleh kebijakan tarif menahan proses disinflasi di AS, dan berdampak pada menguatnya ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih terbatas.

"Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang. Bersamaan dengan ketegangan geopolitik yang meningkat, perkembangan tersebut menyebabkan makin besarnya preferensi investor global untuk memindahkan portofolionya ke AS," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya