Pemerintah Diminta Lindungi Industri Kretek RI yang Sedang Hadapi Tekanan Berat

Ketua Umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi [dok. Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia]
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta, VIVA – Presiden Prabowo Subianto diminta untuk melindungi industri kretek nasional, sebagai komoditas strategis yang saat ini tengah menghadapi tekanan yang berat. Menurut Ketua Umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi, kedaulatan petani tembakau dan cengkeh telah dihancurkan secara sistematis melalui intervensi legislasi.

Intip Momen Pertemuan Prabowo dengan Aktor Hollywood, Steven Seagal

Menurutnya, konspirasi global dan intervensi asing semakin kuat menggerogoti kedaulatan bangsa, di antaranya melalui produk hukum Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024). Dimana hal itu termaktub pada bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 - 463, dan aturan turunannya yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan. Sebab, ruang lingkup pengaturan tersebut dinilai akan mematikan kelangsungan industri kretek nasional. 

"Pemerintah ditekan untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan representasi kekuatan global yang merongrong kedaulatan bangsa. Kekuatan global itu diwakili FCTC sebagai bentuk kolonialisme dengan jubah baru," kata Homaidi dalam keterangannya, Selasa, 14 Januari 2025.

Survei CISA: 52,81 Persen Publik Puas dengan Kinerja 100 Hari Prabowo-Gibran

Tembakau kering yang dilinting untuk menjadi rokok di pabrik.

Photo :
  • VIVA/ Yeni Lestari.

Menurutnya, PP 28/2024 juga mengatur pembatasan tar dan nikotin, melarang bahan tambahan, dan penyeragaman kemasan yang tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki produk khas seperti kretek.

Dasco Klarifikasi soal Uji Coba MBG Pakai Uang Pribadi Prabowo, Langgar Aturan?

"Kretek berbahan baku tembakau lokal yang memiliki nikotin tinggi serta kandungan rempah seperti cengkeh. Dengan pelarangan bahan tambahan, akan membuat petani tembakau dan cengkeh menjadi tidak terserap hasil panennya," ujar Homaidi.

Ia menegaskan, Indonesia memiliki alasan-alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC. Pertama, Indonesia memiliki kepentingan yang besar terhadap komoditas tembakau dan produk hasil tembakau. Terlebih, negara sangat bergantung pada komoditas ini utamanya dari pendapatan cukai hasil tembakau (CHT), yang berkontribusi untuk penerimaan negara hingga sekitar 96-97 persen. 

"Pendapatan negara yang dipungut dari CHT tiap tahun jumlahnya ratusan triliunan, dan tahun 2024 realisasi CHT sebesar Rp 216,9 triliun," kata Homaidi.

Kedua, Industri kretek merupakan industri yang memberikan manfaat besar bagi rakyat Indonesia. Industri ini memiliki peran strategis baik dari tenaga kerja maupun sisi penerimaan negara. Bahkan industri kretek merupakan satu-satunya industri yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir.

"Industri kretek menyerap tenaga kerja yang cukup besar, karena bisa menghubungkan dari sektor penyedia inputnya sehingga menyerap tenaga kerja dari pertaniannya, sektor pengolahanya, kemudian sektor penjualan yakni pedagang yang terlibat di dalamnya. Dari aspek tenaga kerja (industri kretek) bisa menyerap lebih dari 6 juta orang pekerja," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya