Usung Ketahanan Pangan dan Energi, Prabowo Dinilai Bakal Perluas Lahan Sawit Tanpa Deforestasi

Foto kebun kelapa sawit, contoh swasembada pangan dan energi
Sumber :
  • pexels//@Pok Rie

Jakarta, VIVA – Presiden Prabowo Subianto berencana menambah lahan untuk tanaman kelapa sawit. Upaya itu diyakini tidak akan dilakukan melalui langkah deforestasi sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pihak. 

Marak Narasi Perpecahan di Medsos, Verrell Bramasta: Ingat Pesan Pak Prabowo

Hal itu pun turut diamini oleh Guru Besar IPB University, Prof. Budi Mulyanto, yang menekankan bahwa sebagaimana visi Presiden terkait ketahanan pangan dan energi, maka ekstensifikasi harus dilakukan tanpa harus meninggalkan intensifikasi.

Menurut perhitungannya, apabila hanya melakukan intensifikasi, maka dipastikan hal itu tidak akan mampu mencukupi kebutuhan produksi biodiesel berbasis sawit di Tanah Air.

Sesuai Aturan Ini Daftar Mobil Dinas Untuk Menteri Presiden Prabowo

"Jadi hitungan kita bahwa B40 itu sudah sangat membahayakan neraca pangan (berbasis sawit) dan ekspor kita. Karena sawit untuk pangan, energi, ekspor, itu kan berkeseimbangan dan sama dengan jumlah produksi," kata Budi dalam keterangannya, Kamis, 9 Januari 2025.

"Jadi rumusnya, produksi sawit harus sama dengan sawit untuk ekspor, untuk pangan, dan sawit untuk energi. Nah dengan B40 itu kondisinya sudah kritis karena sudah menggerogoti kebutuhan sawit untuk pangan dan ekspor," ujarnya.

Daftar Harga Pangan 9 Januari 2025: Cabai Rawit hingga Telur Ayam Naik

Karenanya, Dia pun menekankan bahwa mau tidak mau produktivitasnya pun harus ditingkatkan melalui strategi ekstensifikasi. Sementara intensifikasi selama ini sudah dilakukan melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Namun, kenyataannya intensifikasi tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhan minyak sawit Indonesia untuk ekspor, pangan, dan energi, dan untuk masuk ke Program Mandatori B50 ke depannya.

[dok. Guru Besar IPB University, Prof. Budi Mulyanto]

Photo :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

"Mau tidak mau kita harus lakukan ekstensifikasi. Makanya langkah Pak Probowo itu sangat benar," kata Budi.

Jika harus dilakukan perluasan kebun sawit atau ekstensikasi, Budi pun mengungkapkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2020 silam. Dimana tercatat bahwa Indonesia memiliki sekitar 31,8 juta hektare (ha) kawasan hutan yang sudah tidak berhutan. Karenanya, Dia pun mendorong agar ekstensifikasi kebun sawit itu bisa dilakukan di kawasan hutan yang sudah tidak berhutan tersebut.

"Sehingga perluasan kebun sawit ini tidak menyebabkan deforestasi. Saya pastikan, tidak ada deforestasi karena deforestasi itu telah dilakukan di masa lalu," ujarnya.

Di kesempatan berbeda, Rumah Sawit Indonesia (RSI), asosiasi multi stakeholders industri sawit nasional mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto untuk kemandirian bioenergi di dalam negeri bahkan hingga sampai B100. RSI juga mendukung bahwa kemandirian bioenergi ini dijadikan misi pemerintah sampai dengan Indonesia Emas 2045.

Ketua Umum RSI Kacuk Sumarto mengatakan guna memastikan tercapainya misi-misi tersebut, hendaknya dikerjakan oleh unsur-unsur pemerintah yang dalam hal-hal tertentu tidak semata-mata dilihat dengan tolok ukur laba usaha.

“Swasta dimaksimalkan untuk melakukan kegiatan yang benar-benar profit oriented sehingga pendapatan negara dari pajak bisa optimal,” kata Kacuk.

Ilustrasi perkebunan kelapa sawit.

Photo :
  • Dok. Istimewa

Kacuk Sumarto juga sepakat dilakukan intensifikasi melalui peremajaan sawit rakyat (PSR) yang disertai dengan riset dan teknologi untuk menghasilkan produktivitas yang maksimal. Namun, jika ternyata produksi minyak sawitnya tidak mencukupi, bisa dilakukan eksentifikasi dengan memanfaatkan lahan-lahan yang sudah terdegradasi.

“Meskipun tidak sempurna dalam memenuhi fungsi hutan, setidaknya mengurangi laju degradasi sekaligus meningkatkan nilai ekonomi dari lahan terdegradasi tersebut,” katanya.

Di samping itu, lanjut Kacuk Sumarto, pemanfaatan lahan terdegradasi tersebut perlu dilakukan mixed plantation, agar diperoleh bauran komoditi. Tujuannya agar fungsi hutannya lebih terjaga. “Misalnya digabungkan dengan tanaman berkayu penghasil pangan,” katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo mengatakan apa yang dikatakan Presiden Prabowo itu dulu sempat dia sampaikan ke Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Pada saat itu, kata Firman Subagyo, sedang dibahas UU Energi Baru Terbarukan (EBT) di mana salah satu bahan bakunya berasal dari sawit untuk dijadikan biodiesel. Oleh karena itu dirinya, sebagai anggota DPR, ingin membuat regulasi tentang UU Perkelapasawitan.

Tujuannya agar ada guidance yang jelas berapa target produksi sawit nasional. Ini dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan energi, pangan dan ekspor. “Karena kalau tidak ada satu regulasi dan tidak ada pembatasan yang jelas, maka hutan kita yang dijadikan korban,” kata Firman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya