Dirut Garuda Indonesia Buka Suara soal Rencana Merger dengan Pelita Air

Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Sherly (Tangerang)

Jakarta, VIVA – Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), Wamildan Tsani, buka suara terkait rencana pemerintah yang bakal melakukan merger antara Garuda Indonesia dengan Pelita Air Service (PAS).

Pesan DPR ke Garuda Usai Lion Air Dapat Jatah Terbangkan Jemaah Haji 2025

Melalui surat yang ditujukan kepada pihak Bursa Efek Indonesia (BEI), Wamildan mengatakan bahwa proses konsolidasi bisnis antara Garuda Group dan PAS saat ini masih dalam tahap penjajakan.

"Terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut, saat ini masih dalam tahap diskusi awal dengan pihak-pihak terkait," kata Wamildan dalam keterangannya, dikutip Kamis, 9 Januari 2025.

Kemenag Tunjuk Garuda, Lion Air dan Saudi Airlines Jadi Maskapai Penerbangan Jemaah Haji

Pesawat Pelita Air (Doc: Istimewa)

Photo :
  • VIVA.co.id/Natania Longdong

Dia mengaku, pihaknya masih menyusun kajian awal dan diskusi dengan para pihak terkait, terutama Kementerian BUMN selaku wakil pemerintah dan pemegang saham utama perseroan.

Garuda Indonesia Siap Suplai Menu Makan Bergizi Gratis Berstandar Penerbangan Selama 1 Tahun

Menurutnya, kajian awal tersebut sangat penting dilakukan, untuk menetapkan strategi dalam upaya mengoptimalkan berbagai peluang dari sinergi bisnis kedua entitas di industri transportasi udara.

Wamildan menegaskan, pihaknya sangat memandang positif atas rencana merger tersebut. Namun, dia menekankan pentingnya kajian yang komprehensif dan prudent, terhadap outlook bisnis dan kinerja GIAA ke depannya.

"Progres dari rencana merger ini akan kami sampaikan lebih lanjut, sekiranya terdapat perkembangan signifikan berkaitan dengan tahapan maupun realisasi atas rencana strategis tersebut," ujarnya.

Sebagai informasi, kinerja keuangan Garuda Indonesia tercatat kerap mengalami berbagai tekanan dalam beberapa tahun terakhir. Per kuartal III-2024, GIAA tercatat mengalami kenaikan pendapatan dari US$1,7 miliar menjadi US$2 miliar.

Namun pada saat yang sama, perseroan justru membukukan rugi bersih US$131,2 juta atau naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat rugi US$72,4 juta.

Membengkaknya kerugian yang dialami oleh Garuda disebabkan oleh lonjakan pada beban operasional. Salah satunya berasal dari beban pemeliharaan dan perbaikan, yang naik dari US$273 juta menjadi US$413 juta. Secara umum, beban operasional Garuda naik 19 persen dari US$1,99 miliar menjadi US$2,38 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya