Dibandingkan Vietnam, Kenaikan PPN di Indoneisa Dinilai Lebih Pro Rakyat Karena Hal Ini

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia
Sumber :
  • VIVAcoid

Jakarta, VIVA – Kenaikan PPN menjadi 12 persen oleh pemerintah dengan mengecualikan pengenaannya terhadap barang-barang atau bahan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, merupakan kebijakan yang dinilai pro rakyat.

Pengelola Ancol Sebut Kenaikan PPN Bisa Bantu Pemerintah Putar Roda Ekonomi

Sebab, negara lain seperti misalnya Vietnam bahkan memberlakukan PPN sebesar 5 persen untuk bahan makanan, sementara Indonesia masih membebaskan PPN itu untuk tidak dikenakan pada bahan makanan.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen dianggap tinggi oleh sebagian masyarakat, meskipun dampaknya terhadap harga barang secara keseluruhan diperkirakan hanya sekitar 0,9 persen.

QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Penjelasan dan Dampaknya untuk Kamu!

"Hal ini relatif kecil karena barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, sayur, dan susu tetap dibebaskan dari PPN," kata Josua saat dihubungi VIVA, Selasa, 24 Desember 2024.

Dia menjelaskan, sistem PPN di Vietnam dan Indonesia memiliki beberapa perbedaan utama. Vietnam menerapkan tarif PPN standar sebesar 10 persen, yang saat ini dikurangi menjadi 8 persen untuk barang tertentu hingga Juni 2025.

Ada Perlindungan Terhadap Masyarakat Bawah dan Menengah di Balik Kebijakan PPN pada 2025

Lebih lanjut, Airlangga juga memastikan bahwa e-Toll sebagai bagian dari layanan transportasi digital turut bebas dari pengenaan PPN.

Photo :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Selain itu, tarif PPN 5 persen juga diberlakukan Vietnam untuk barang dan jasa esensial seperti air bersih, bahan makanan, pakan ternak, dan perumahan rakyat, sementara tarif 0 persen diterapkan untuk ekspor.

Sebaliknya, Indonesia menetapkan tarif PPN single rate sebesar 12 persen mulai 2025, namun dengan pengecualian untuk barang dan jasa kebutuhan pokok seperti bahan makanan, pendidikan, dan sektor kesehatan yang juga dibebaskan dari PPN alias 0 persen.

"Indonesia juga memiliki batasan omzet pengusaha wajib PPN (PKP) yang jauh lebih tinggi, yaitu Rp 4,8 miliar per tahun dibandingkan dengan Rp 63 juta per tahun seperti di Vietnam. Transparansi dalam fasilitas perpajakan juga lebih terlihat di Indonesia, dengan nilai insentif PPN dipublikasikan mencapai Rp 265,6 triliun pada 2025," ujarnya.

Dia mengatakan, kenaikan PPN sering kali terjadi di negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi. Karena warga negara dengan pendapatan tinggi memiliki daya beli lebih baik, sehingga dampak kenaikan PPN terhadap konsumsi cenderung lebih moderat.

PPN menurutnya juga sering digunakan sebagai sumber utama pendapatan pemerintah, untuk mendanai program sosial dan pembangunan yang melibatkan redistribusi kekayaan. Tarif PPN di negara maju seperti Prancis berlaku sebesar 20 persen, Inggris 20 persen, dan Jerman 19 persen yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata global dan juga Indonesia yang sebesar 12 persen per tahun 2025.

Ilustrasi pajak

Photo :
  • Istimewa

Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah, dengan GDP per kapita tahun 2024 diperkirakan mencapai US$5,039 dan diharapkan meningkat menjadi US$5,444 pada tahun 2025. Namun, penerapan kenaikan PPN ini telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat, karena barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, sayur-sayuran, dan susu segar tetap bebas PPN, sehingga tidak membebani kelompok berpendapatan rendah.

"Lebih lanjut, PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa premium seperti daging wagyu, sekolah internasional, dan layanan kesehatan VIP. Meskipun tarif PPN Indonesia masih lebih rendah dari rata-rata global, kebijakan ini mencerminkan langkah untuk meningkatkan ruang fiskal tanpa mengorbankan daya beli kelompok rentan," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Demokrat, Herman Khaeron

Demokrat Sebut Penolakan PDIP Terhadap PPN 12% Hanya Politis

Demokrat Sebut Penolakan PDIP Terhadap PPN 12% Hanya Politis

img_title
VIVA.co.id
24 Desember 2024