Mendag Ungkap Penyebab Harga MinyaKita Melonjak Jelang Nataru, Kini Berangsur Turun
- Ist
Bandung, VIVA – Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso buka suara terkait kenaikan harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita jelang Natal dan Tahun Baru 2025. Menurut Budi, harga MinyaKita yang sempat menembus Rp17.000 per liter kini mulai berangsur turun.
“Tadi saya cek sudah ada yang di harga Rp15.700. Ini sudah mulai normal,” kata Budi saat meninjau harga bahan pokok di Bandung Barat, Senin, 23 Desember 2024.
Budi menjelaskan bahwa kenaikan harga sebelumnya disebabkan oleh keterlambatan pasokan dan rantai distribusi yang terlalu panjang.
Untuk mengatasi masalah ini, Kementerian Perdagangan memanfaatkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP), yang memungkinkan pengawasan distribusi minyak goreng dari pusat hingga ke daerah secara tepat.
“Kami memiliki SP2KP untuk memantau distribusi secara nasional hingga ke daerah. Jadi, terlihat mana saja yang mengalami kenaikan harga, sehingga dapat segera dikonfirmasi penyebabnya, seperti dari sisi pasokan,” jelas Budi.
Meskipun harga sudah menunjukkan tren penurunan, Kementerian Perdagangan bersama Satgas Pangan dan beberapa kementerian/lembaga terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan harga MinyaKita stabil di seluruh daerah.
“Dinas dan Satgas Pangan terus memantau serta berkomunikasi setiap hari untuk memastikan distribusi berjalan lancar,” kata Budi.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Rusmin Amin, mengungkapkan bahwa kenaikan harga MinyaKita sebagian besar disebabkan oleh rantai distribusi yang terlalu panjang. Hal ini membuat harga minyak goreng yang sampai ke konsumen menjadi lebih tinggi.
“Kami melihat terlalu banyak perpindahan tangan dalam proses distribusi. Akibatnya, harga jual di tingkat konsumen tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp15.700 per liter,” jelas Rusmin.
Rusmin menambahkan bahwa harga di tingkat distributor utama (D1 dan D2) masih sesuai dengan HET. Namun, harga naik signifikan saat melewati pengecer dan grosir. Banyak pengecer yang menjual kembali minyak goreng kepada pengecer lain atau grosir sebelum sampai ke konsumen akhir.
“Dengan model distribusi seperti ini, harga di konsumen tentu menjadi lebih tinggi dari HET. Ini yang sedang kami pelajari dan evaluasi,” pungkasnya
Kementerian Perdagangan akan terus melakukan evaluasi terhadap model distribusi MinyaKita untuk memastikan tidak ada penyimpangan yang menyebabkan harga melonjak di luar ketentuan. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat.